Dadang A. Sapardan
(Kabid Pengembangan Kurikulum, Disdik Kab. Bandung Barat)
Hari ini sempat menonton video kiriman dalam Whatsapp tentang dialog antara Chairul Tanjung dengan beberapa CEO muda Indonesia. Dialog tersebut mengupas tentang jatuh bangun yang dialami beberapa CEO muda sebelum pada akhirnya perusahaan yang dikelolanya bisa tegak berdiri. CEO yang dimintai pandangannya dalam forum tersebut rata-rata merupakan pemilik perusahaan startup yang saat ini tengah berkibar di Indonesia. Dalam dialog tersebut yang paling menarik adalah pandangan bahwa pendidikan yang dialaminya telah menjadi tempat mereka untuk berlatih berpikir, sedangkan transfer pengetahuan dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap proses pembesaran perusahaan mereka.
Kehidupan memang penuh dinamika yang harus mampu dihadapi dan disikapi dengan bijak oleh seluruh manusia yang menjadi bagian dari ekosistemnya. Kehidupan masa lalu berbeda dengan masa kini. Demikian pula kehidupan masa kini, akan berbeda sekali dengan masa depan. Untuk menyikapi perbedaan pola kehidupan yang diakibatkan oleh dinamika perkembangan tersebut, berbagai persiapan harus terus dilakukan.
Untuk dapat bertahan hidup dalam suasana perubahan tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah mengaktualisasi kepemilikan pengetahuan. Dalam konteks ini, menarik sekali ungkapan yang disampaikan El Hajj Malik El Shabazz, Education is the passport to the future, tomorrow belongs to those who prepare for it today. Ungkapan tersebut lebih mengena pada fenomena keberlangsungan pendidikan, terutama pendidikan formal. Proses pendidikan merupakan pemberian passport kepada peserta didik untuk kehidupan masa depan, sehingga masa depan adalah milik mereka yang sudah mempersiapkan dirinya pada masa kini. Sekalipun demikian, ungkapan tersebut bisa dimaknai lebih luas lagi, bahwa kepemilikan pengetahuan—hasil proses pendidikan formal, maupun non-formal—oleh masyarakat merupakan passport bagi mereka dalam menyongsong kehidupan masa depan.
Akan halnya dengan fenomena keberlangsungan pendidikan yang saat ini tengah diimplementasikan, terdapat empat kompetensi yang yang harus dibekalkan oleh para pendidik kepada setiap peserta didik. Keempat kompetensi tersebut adalah berpikir kritis (critical thinking), kreatifitas (creativity), komunikatif (communication), serta berkolaborasi (collaboration).
Keempat kompetensi tersebut merupakan prasyarat minimal yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam mengarungi kehidupan masa depan. Dengan kepemilikan keempat kompetensi tersebut, dimungkinkan akan menjadi modal dasar dalam percaturan persaingan kehidupan yang semakin hari semakin ketat.
Akan halnya dengan pendapat salah seorang CEO muda dalam wawancaranya bahwa pendidikan telah menjadi ajang untuk berlatih berpikir. Pendapat tersebut bisa menjadi dasar bagi para pendidik untuk mengubah mindset penerapan pola pembelajaran yang berlangsung selama ini. Para pendidik memiliki otoritas besar untuk melakukan perubahan radikal terkait dengan proses pembelajaran yang selama ini dilangsungkan pada ruang-ruang kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Sudah lama diungkap bahwa pendidik bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Dengan keberlangsungan kemajuan kehidupan ini, siapapun dapat belajar dan menggali ilmu dari berbagai sumber. Beberapa sumber belajar yang memungkinkan di antaranya buku, alam sekitar, teman sebaya, orang tua, masyarakat lainnya, selain tentunya internet sebagai rujukannya. Dalam kehidupan yang lebih didominasi dengan pemanfaatan perangkat digital, internet menjadi salah satu rujukan penggalian pengetahuan oleh para peserta didik. Karena itu, perubahan mindset bahwa pendidik menjadi satu-satunya sumber belajar harus mulai ditanggalkan. Ketergantungan peserta didik akan sosok pendidik sebagai pemasok ilmu pengetahuan sudah mengalami pergeseran.
Proses pembelajaran yang lebih berat pada pendekatan teacher center oriented—dengan memosisikan pendidik sebagai pusat pembelajaran, dengan dominasi penerapan metode ceramah pada pembelajaran, serta dengan menempatkan guru sebagai salah satu sumber belajar—harus sudah mulai ditinggalkan. Proses pembelajaran melalui pendekatan student center oriented—dengan lebih mengaktifkan siswa untuk mengalami pembelajaran, dengan memberi keleluasaan kepada mereka guna mengeksplorasi pengetahuan dari berbagai sumber, serta dengan memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih berpikir—harus terus dilakukan oleh setiap guru.
Penerapan pendekatan student center oriented dapat memberi ruang dan waktu yang seluas-luasnya kepada peserta didik guna melahirkan keterbangunan berpikir kritis, kreatifitas, komunikasi, dan kolaborasi. Untuk membangun keempat kompetensi tersebut, harus dimulai dari inisiatif setiap pendidik sebagai aktor sentral dalam pembelajaran. Para pendidik harus melakukan banting stir dengan mengubah mindset yang selama ini dipahami dan diimplementasikannya. Pengetahuan yang selama ini disampaikan dengan berpatokan pada kurikulum yang berlaku, tidak berdampak signifikan dalam perkembangan peserta didik selanjutnya. Pengetahuan yang disampaikan oleh para pendidik—dalam konteks sebagai sumber belajar—dimungkinkan hanya menjadi salah satu pondasi bagi peserta didik. Selanjutnya, pengembangan kepemilikan pengetahuan menjadi otoritas mutlak setiap peserta didik.
Arah untuk menjadikan proses pembelajaran sebagai arena berlatih berpikir, bukanlah pekerjaan semudah membalikkan tangan, tetapi harus terus dilakukan oleh berbagai pihak, terutama oleh para pendidik sebagai motor penggeraknya. Untuk sampai pada upaya tersebut, pendidik tidak dapat bergerak sendiri, tetapi harus dibantu pula stakeholder pendidikan lainnya.****Disdikkbb-DasARSS.
Mantap htr.nuhun
Sangat meng isfiratif dan menjadi kan bahan evaluasi dan sangat meng obsesi bagi genersi yg ingin maju dan tetaf berkarya …