CEGAH ‘BULLYING’ DENGAN MENJAGA LISAN
Oleh: Sela Trilastari
(Guru B.Indonesia SMP Daarut Tauhiid Boarding School Putra)
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling, memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(QS.Al-Hujarat(49):11)
Sikap saling mengejek, mengolok-olok, menghina, atau bercanda yang tanpa disadari melewati batas, sehingga menyakiti salah satu di antaranya, adalah permasalahn yang sring dijumpai di sekolah. Oleh sebagian kalangan, hal tersebut dianggap suatu yang wajar. Namun, tanpa disadari permasalahan yang dianggap sederhana tersebut dapat berakibat fatal pada perkembangan psikologis siswa.
Permasalahan di atas dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan (bullying). Bullying adalah tindakan yang dapat membuat perasaan orang lain tidak nyaman atau menyakiti seseorang. Tindakan ini dapat berupa kontak fisik (memukul, mendorong, memeras, dan sebagainya), atau kontak verbal (mengancam, mengejek, menghina, dan sebagainya). Bentuk-bentuk perilaku tersebut berakibat pada fisik maupun psikologis seseorang. Bullying biasanya diawali dari hal kecil, seperti saling ejek dengan maksud bercanda tetapi menyakiti dan membuat jengkel kawannya. Sesungguhnya kekerasan tidak hanya identik dalam bentuk fisik saja, tetapi bisa berupa psikis. Aksi bullying yang dilakukan anak di lingkungan sekolah semakin marak menghiasi deretan berita, baik melalui media elektronik maupun cetak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sejak awal Januari-April 2019, angka kekerasan anak masih tinggi, terutama pada kasus bullying yang mencapai 12 kasus.
Menyikapi permasalahan di atas, SMP Daarut Tauhiid Boarding School Putra dalam mencegah terjadinya bullying ini, membangun karakter siswa dengan menjaga lisan. Hal tersebut sesuai arahan pembina Yayasan Daarut Tauhiid, KH. Abdullah Gymnastiar (AA Gym), dengan menjadikan pesantren yang ‘tidak banyak bicara’, artinya, ‘berbicaralah jika itu bermanfaat’, dan ‘jika tidak memberi manfaat, akan lebih baik diam.’
Karakter santri dalam menjaga lisan tersebut dibangun dengan rumus dasar berbicara yaitu, ‘BMT Tensofales’. BMT adalah singkatan dari ‘Benar’; sebelum berbicara yakinkan bahwa apa yang akan kita ucapkan adalah benar. Jangan mendramatisir apa yang kita bicarakan. Jangan berbohong, lebih baik dianggap ‘bodoh/tidak tahu’ dari pada harus berdusta. Kemudian ’Manfaat’; pastikan tiap perkataan dan pembicaraan memiliki manfaat bagi orang lain. Berbicara memerlukan waktu, maka waktu tersebut harus dipertanggungjawabkan. Lalu, ‘Tidak Menyakiti’; jika perkataan dirasa telah benar dan bermanfaat, maka berusahalah untuk menyampaikan dengan tidak menyakiti perasaan orang lain. Perhatikan cara kita dalam berbicara, jangan menyakiti baik melalui pilihan kata atau pun nada dalam berbicara.
Sementara ‘Tensofales’ adalah singkatan dari ‘Tenang’; biasakan berbicara dengan tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terlalu cepat serta jangan terlalu lambat. Lalu, ‘Sopan’; pilihlah kata-kata yang paling baik serta sopan saat beradu tanggapan dengan orang lain. Kemudian ‘Fasih’; pastikan setiap perkataan itu fasih, jelas, dan terdengar bagi yang lain. Setelah itu, ‘Lembut’; semua tutur kata Rasulullah sangat lembut, benar, manfaat, dan tidak menyakiti orang lain. Dan akhirnya, ‘Secukupnya’; bicaralah secukupnya. Usahakan dan niatkan bahwa apa yang dibicarakan bermanfaat, diridhai oleh Allah dan menjadi amal saleh.
AA Gym menyampaikan bahwa tujuan pendidikan di Daarut Tauhiid adalah kesempurnaan akhlak. Siapa yang paling sukses adalah dia yang paling mulia akhlaknya. Karena ketakwaan itu buahnya adalah akhlak mulia. Sedangkan muslim yang baik adalah muslim yang aman dari gangguan lisan dan tanggannya (perbuatannya). Oleh karena itu, santri SMP Daarut Tauhiid diharapkan dapat fokus melatih diri, menahan diri, menjaga diri, dan tidak merugikan siapapun. Tidak ada perkataan yang melukai teman, tidak ada tindakan yang bisa membuat orang lain susah. Pastikan ‘saya aman bagimu’. Tidak ada orang yang terganggu oleh lisan dan sikap yang kita perbuat.
Akhirnya, dengan berpijak pada ayat suci di atas, sudah saatnya menghentikan segala bentuk bullying dengan mengawalinya dari menjaga lisan. Sehingga tidak ada lagi tindakan saling mengejek, mencela, mengolok-ngolok, panggil-memanggil dengan gelaran buruk. Iringi juga dengan prinsip, ‘saya aman bagimu’. Sesungguhnya setiap kezaliman akhlak pasti akan kembali pada dirinya sendiri. Wallahu’alam.***
(Editor Newsroom: Adhyatnika GU)