Oleh: Dian Diana, M.Pd.
“Cinta terpaut pada pandangan pertama. Memandangnya laksana lagune di tengah hijaunya pepohonan. Terjunan air nampak kokohnya dinding ignimbrite dan andesit…”
Tuhan menciptakan tempat indah yang sempurna dan artistik, hingga decak kagum tak henti kita ekspresikan. Banyak di antaranya menjadi destinasi wisata yang terkenal dan mendunia. Kabupaten mungil yang dianugerahi tempat-tempat indah diantaranya Kabupaten Bandung Barat. Ada satu lokasi di tengah hutan yang sekaligus menyimpan sejarah panjang tentang wilayah karst yang menjadi bukti bahwa tempat ini pernah berada di dasar laut. Di sini pun sempat menampung material beberapa periode letusan Gunung Tangkuban Parahu di masa lalu, dan tapak jejak Sungai Citarum sebelum terbendung oleh Waduk Saguling, serta catatan warisan ilmu, bahwa di atas Sanghyang Heuleut di wilayah Cukang Rahong menjadi jalan bobolnya Danau Bandung Purba di wilayah barat.
Menyusuri jalan menuju lokasi Sanghyang Heuleut memiliki sensasi tersendiri. letaknya terpencil, melewati tanjakan dan turunan yang berbatu dengan variasi jenis vegetasi, kanopi pohon yang berundak, dari pendek hingga tinggi, beberapa kali ditemukan riam-riam kecil, dan melewati sungai dengan batuan-batuan kokoh, yang dihiasi lukisan natural pada dinding batu, bahkan banyak ditemukan jublegan/pothole yaitu lubang-lubang akibat pengerosian air yang memutar pada lubang batu yang berisi pasir atau kerikil.
Ada dua jalur jalan resmi untuk mencapai tempat ini. Jika meneruskan perjalanan dari Sanghyang Poek, sekitar Bendungan Saguling pintu masuk Cipatat, maka jarak tempuhnya sekitar 4 Km. Jika pintu masuknya menggunakan jalan dari jalur Cipongkor, maka jarak tempuhnya hanya 1,7 km. Tapi jalur ini memiliki kemiringan lereng yang terjal.
Berhati-hatilah selama dalam perjalanan. Selain lereng yang terjal, sisi kanan kirinya banyak terdapat batuan. Jika terpeleset, tentu akan merugikan diri sendiri. Pemandangan indah serta sejuknya udara selama dalam perjalanan mengurangi rasa lelah saat berjalan. Bersama keluarga atau sahabat, dengan berjalan beriringan dan saling membantu satu sama lain, akan menambah kesan perjalanan yang tidak membosankan.
Sekitar 200 meter dari Sanghyang Heuleut, suara curugan atau aliran air sayup terdengar. Semangat ingin segera tiba menikmati kesegaran airnya akan memacu kita untuk berjalan lebih cepat lagi. Dan saat mendekati titik simpul Sanghyang Heuleut, di situlah pengunjung terperangah saat pertama kali melihatnya. Cinta terpaut pada pandangan pertama. Memandangnya laksana lagune di tengah hijaunya pepohonan. Terjunan air nampak kokohnya dinding ignimbrite dan andesit. Terdapat endapan batuan berlapis-lapis di antaranya batu pasir, konglomerat, breksi, lanau, lempung, dan batu kapur. Kondisi air saat musim kemarau memunculkan warna hijau toska yang mempesona, menambah keromantisan tempat ini. Pada terjunan air, nampak ikan-ikan menggemaskan yang hilir mudik tanpa terganggu dengan keberadaan kita. Akar-akar pohon yang bergelantungan membuat kita betah berselfi ria. Namun ingat, walaupun kamera sudah di siapkan resistant water, jangan terlalu lama digunakan di dalam air. Kemungkinan rembesan akan merusak memori dan dokumen yang diharapkan, akan terhapus.
Jika kita ingin melihat debit air yang lebih besar, datanglah ke Sanghyang Heuleut pada musim hujan. Tapi, kekeruhan air mengurangi kepuasan kita untuk berenang di sana. Riam-riam pendek tersebar di beberapa sudut. Aliran air yang tenang membuat pengunjung semakin menikmati tempat yang damai dan jauh dari pemukiman penduduk ini.
Ada bentuk batuan yang menjadi dinding yang mengelilingi terjunan air yang terlihat lapisan batuan nya miring. Hal ini terjadi karena batuan tersebut mendapat tekanan dari arah kanan dan kiri, sehingga membentuk lipatan. Saat bagian atasnya melapuk dan tererosi air sungai, jadilah relief indah yang tersusun ke arah pinggir.
Para pengunjung pasti tak sabar ingin segera berenang di tengah air yang jernih, Pengunjung dapat menyewa pelampung pada para save guard di sana. Harga sewa satu pelampung Rp. 10.000,00. Jika ingin berenang di sana, rendamkan dulu kaki kita, hal ini dilakukan untuk adaptasi suhu tubuh kita dengan air. Setelah itu, byuuuuurr …
Jika berenang tanpa pelampung, maka pastikan kita aman saat melaksanakan aktivitas renang tersebut. Kita juga bisa melakukan loncat indah, dengan menaiki batuan tinggi terlebih dahulu. Pastikan tempat yang akan kita jadikan terjunan jauh dari bebatuan. Penasaran naik ke bagian atas curugan, maka akan nampak dinding batu kapur yang tinggi, terjal, dan megah. Spirit untuk mencoba menyusuri terus sampai ke pangkal, pasti akan sangat dirasakan. Tapi, jangan lupa, perlu persiapan fisik dan mental untuk melanjutkannya.
Saat kita berkunjung ke tempat manapun di penjuru bumi, menjaga kearifan lokal dan kelestarian lingkungan adalah hal utama. Tetaplah fokus dan berhati-hati saat berkegiatan di alam bebas. Syukuri dan nikmati karya indah Sang Pencipta, dan tetap tunduk pada aturan-Nya.***
Ternyata ada tempat yang begitu indah di balik kemiringan gunung dan terjalnya jalan yang di lalui, perjalanan yang pasti melelahkan tapi terobati dengan keindahan yang begitu menawan jika saya pergi ke sana .