Reportase: ADHYATNIKA GU
Bandung Barat, (Newsroom).-
Dalam proses pembelajaran, guru harus mengedepankan pola pengaktifan siswa yang di dalamnya diwarnai oleh kegiatan mereka di bawah bimbingan dan arahan guru. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan menerapkan metode pembelajaran STEAM (Science, Technology, Engenreering, Art, Mathematics).. Metode ini dimungkinkan untuk dapat mengajak siswa agar dapat sampai pada ranah mengkreasi.
“Penerapan metode STEAM dimungkinkan dapat mengantarkan siswa pada ranah mengkreasi,” demikian disampaikan Dadang A. Sapardan, Kepala Bidang Pendidikan SMP yang mewakili Kepala Dinas Pendidikan di depan para peserta Sosialisasi Penguatan Pembelajaran Jenjang SMP pada Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat, Kamis (18/7/19).
Selanjutnya disampaikan pula bahwa saat ini konsentrasi pemerintah di antaranya berupaya seoptimal mungkin untuk mengimplementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), dan penguatan kompetensi siswa dalam pencapaian kecakapan abad 21. Penguatan kompetensi siswa diimplementasikan melalui penerapan metode pembelajaran yang merangsang aktivitas siswa, di antaranya metode STEAM. Selain itu, untuk menguji kompetensi siswa perangkat yang digunakan adalah soal-soal HOTS (Higher Other Thinking Skills). Soal ini dalam implementasinya dilakukan melalui AKSI (asesmen Kompetensi Siswa Indonesia).
Sosialisasi penguatan pembelajaran SMP merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Bidang Pend. SMP di Villa Lemon, Lembang. Kegiatan ini diikuti oleh 130 wakil kepala sekolah urusan kurikulum. Penetapan peserta dari wakil kepala sekolah urusan kurikulum ini didasari pemikiran agar materi yang tersampaikan dapat didiseminasikan kepada guru-guru lain di sekolahnya masing-masing.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut menampilakn beberapa penyaji sesuai dengan bidang keahlian masing-masing dari unsur pengawas, instruktur nasional, dan tim pengembang kurikulum pusat. Materi yang disampaikan adalah prosedur penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), penyusuna kalender sekolah, penyusunan hari dan minggu efektif, penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), penyusunan dan bedah silabus serta RPP.
Eti Rohaeti, pengawas SMP, dalam presentasinya tentang prosedur penyusunan KTSP mengungkapkan bahwa paradigma lama tentang penyusunan Buku I pada KTSP haruslah dirubah. Pola lama yang dimaksud adalah penyusunan dokumen tersebut tidak melalui tahapan yang sesuai dengan kondisi sekolah; analisis kondisi riil sekolah, pembetukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK), penyusunan, dan pengesahan. Kecenderungan yang terjadi adalah sering meupakan tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan (SWOT) yang dimiliki sekolah. Sehingga KTSP yang disusun cenderung tidak mencerminkan kondisi nyata sekolah. Sebaliknya ketika tahapan tersebut ditempuh maka akan munculah KTSP yang ideal.
Sementara itu, Wiwi Marwiyah dalam presentasinya mengingatkan KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Pengembangannya harus berdasarkan satuan pendidikan, potensi daerah, atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
Yang perlu diperhatikan, masih menurut Wiwi Marwiyah, Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pelaksanaan KTSP, Kemdikbud telah menetapkan kerangka dasar Pendidikan, Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) serta silabus untuk Kurikulum 2013. Oleh karena itu setiap sekolah dalam menyusun KTSP harus mengikuti prosedur yang berlaku.
Pada sisi lain, Dadang A. Sapardan menyampaikan bahwa tantangan masa depan para siswa dewasa ini cukup berat karena mereka berada pada masa Revolusi Industri 4.0. Masa ini ditengarai dengan masivnya pemanfaatan internet dalam kehidupan. Karena itu, tugas guru saat ini adalah mengantarkan mereka agar dapat survive dalam kehidupan masa depan yang akan dihadapinya.
Guru bukan lagi berada pada pola pikir lama yaitu, bagaimana menuntaskan tuntutan materi dalam kurikulum, sehingga bila materi sudah selesai, maka selesailah tugas dan kewajibannya. Guru harus menjadi sosok yang benar-benar berperan dalam mengantarkan para siswa agar siap menghadapi masa depan.
“Guru harus mampu mengantarkan siswa agar siap menghadapi masa depan. Sehingga implementasi pola pembelajaran pengaktifan siswa harus didorong ” tandas Dadang.***