Lily Nuraini Damayanty, S.Pd
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 3 Ngamprah)
Tidak dapat dimungkiri, kegiatan belajar dengan moda daring menuntut para pendidik untuk mampu memanfaatkan teknologi secara optimal. Sebab jika tidak, tentu kegiatan belajar akan tersendat, atau bahkan terhenti.
Pandemi sudah berjalan selama lebih dari satu tahun. Sudah selama itu pula, pelaksanaan kegiatan belajar dilaksanakan dengan moda daring, atau lebih dikenal dengan istilah PJJ (pembelajaran jarak jauh), dimana kegiatan belajar dilakukan tanpa tatap muka secara langsung, melainkan menggunakan gawai sebagai medianya.
Keadaan seperti ini bagaikan menampilkan dua sisi mata uang dengan gambar berbeda. Di satu sisi mungkin ada beberapa kelebihan dari pelaksanaan kegiatan belajar yang dilakukan dengan moda daring seperti ini. Namun, di sisi lain juga tidak sedikit ditemukan kekurangan-kekurangan.
Dua sisi yang saling bersebrangan tersebut tidak hanya dirasakan oleh para pendidik, tetapi juga oleh peserta didik. Mereka semua merasakan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan kegiatan belajar jarak jauh.
Beberapa peserta didik mengungkapkan, salah satu keuntungan dari kegiatan belajar jarak jauh adalah mereka menjadi lebih leluasa dalam berkegiatan. Sebab dengan kondisi ini, belajar dapat dilakukan dengan cara lebih santai di rumah, dibanding jika mereka belajar di sekolah seperti saat sebelum pandemi.
Mereka juga memiliki waktu luang yang lebih banyak. Sehingga dapat mempergunakan waktu luang tersebut untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai. Begitu juga waktu yang mereka miliki bersama keluarga, secara kuantitas, tentu bertambah dari biasanya.
Namun, pada sisi yang berlawanan, pembelajaran jarak jauh juga memberi hal-hal yang tidak disukai peserta didik. Hal yang paling terasa bagi mereka adalah rasa bosan yang kerap muncul karena berlebihnya waktu luang yang mereka miliki.
Hal lain yang menurut mereka kurang menyenangkan adalah keterbatasan ketika melakukan kegiatan belajar jarak jauh. Terbatasnya penjelasan yang dapat mereka peroleh terkait materi-materi pelajaran yang mereka terima adalah hal yang paling mereka rasakan. Kurangnya penjelasan mengenai materi secara langsung itu membuat mereka kerap merasa kesulitan untuk memahami materi baru. Hal tersebut pada akhirnya menghambat mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
Bagi para pendidik, dua sisi yang berlawanan juga cukup banyak dirasakan. Hal-hal positif yang dapat ditemui pada proses PJJ di antaranya adalah peningkatan kemampuan para pendidik dalam segi penggunaan teknologi.
Tidak dapat dimungkiri, kegiatan belajar dengan moda daring menuntut para pendidik untuk mampu memanfaatkan teknologi secara optimal. Sebab jika tidak, tentu kegiatan belajar akan tersendat, atau bahkan terhenti. Pendidik juga dituntut untuk menguasai berbagai jenis media daring yang tersedia. Semuanya dengan tujuan untuk dapat memberikan pengalaman belajar yang variatif, sehingga dapat memperkaya wawasan peserta didik. Juga untuk menghindari kejenuhan saat mereka harus mengikuti kegiatan belajar jarak jauh.
Hal tersebut tersebut mau tidak mau tentu akan mendorong seorang pendidik untuk terus belajar, agar dapat memenuhi kebutuhan, dan tuntutan-tuntutan dari kondisi PJJ ini. Mau tidak mau, seorang pendidik harus menguasai bagaimana mengoperasikan dan memanfaatkan secara maksimal berbagai aplikasi yang dapat dijadikan sarana penunjang kegiatan belajar jarak jauh. Dan diakui atau tidak, masa pandemi ini sebenarnya telah berhasil meningkatkan literasi dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi sebagian besar pendidik. Tuntutan-tuntutan yang ada juga telah berhasil memaksa para pendidik untuk berpikir lebih kreatif dalam menyajikan kegiatan belajar pada peserta didik.
Namun, tetap saja, kita tidak dapat menutup mata terhadap sisi lain dari dua sisi mata uang pembelajaran jarak jauh ini. Hal yang paling terasa adalah ketika seorang pendidik menjadi kurang maksimal dalam menjalankan perannya sebagai sosok ‘yang digugu dan ditiru’ oleh peserta didik.
Jika saat sebelum pandemi, peran sebagai panutan itu dapat dilihat oleh para peserta didik secara langsung melalui performa pendidik saat mengajar di depan kelas, atau saat berinteraksi di sekolah. Maka, kondisi belajar jarak jauh, membatasi hal tersebut.
Peserta didik tidak dapat melihat secara langsung guru-guru mereka untuk menjadikannya sebagai panutan dalam perilaku. Interaksi yang terbatas oleh gawai dan koneksi internet—yang bahkan seringkali buruk—juga cukup menjadi penghambat penyampaian-penyampaian nilai-nilai moral, nilai-nilai sikap dan nilai-nilai spiritual yang seharusnya bersamaan ditanamkan kepada para peserta didik. Memang masih bisa diberikan, tetapi dalam porsi tidak sebanyak saat peserta didik dan pendidik dapat berinteraksi secara langsung.
Hal ini tentu saja menjadi semacam pekerjaan rumah bagi para pendidik. Sebab pandemi belum terlihat di mana akhirnya. Dan kegiatan belajar tatap muka masih dalam proses dipertimbangkan. Apalagi melihat situasi dan kondisi kasus pandemi yang kembali meningkat.
Salah satu solusi konkret menghadapi situasi seperti ini adalah sinergi antara pendidik dan orang tua di rumah. Kedua pihak ini harus semakin erat bekerja sama, untuk menyukseskan tujuan pendidikan di tengah masa pandemi seperti saat ini. Tidak bisa salah satu dari kedua pihak ini berlepas tangan, atau menyerahkan tanggung jawab kepada salah satu pihak saja. Peserta didik membutuhkan bimbingan dari guru-guru mereka, juga membutuhkan pengawasan langsung dari orang tua saat malaksanakan PJJ. Dengan demikian, diharapkan kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan PJJ dapat diminimalkan.
Harapan semua orang tentu saja ingin kegiatan belajar kembali normal seperti dulu. Dan harapan kita semua juga, agar pandemi segera musnah dari muka bumi ini. Namun, sebelum itu terwujud, maka berbagai upaya harus terus menerus kita lakukan, demi terwujudnya kegiatan belajar yang ideal bagi para peserta didik.*
Bandung Barat, 28 Juni 2021
Mantap..👍