Oleh: Budhi Slamet Saepudin, S,Sos, M.Si, CPSp
Program MBG menjadi fenomena baru di masyarakat Indonesia bahkan juga fokus sorotan media asing. Sebuah langkah strategis yang mendapat banyak pujian sekaligus cemoohan. Besarnya anggaran yang harus disiapkan, bahkan sampai nilai per porsi makan pun dijadikan ajang debat dan dikomentari serta diamini banyak pihak.
Seperti diketahui bahwa kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) telah digulirkan pemerintah mulai Senin tanggal 6 Januari 2025 lalu. Sebuah hal yang dulunya hanya berupa gagasan yang diutarakan Pak Prabowo kepada adik beliau di tahun 2006, tetapi kini setelah 18 tahun berlalu dan Beliau telah menjabat Presiden Republik Indonesia ke-8, gagasan tersebut berhasil diwujudkan menjadi sebuah program nyata pemerintah di Kabinet Merah Putih yang Beliau pimpin. Program makan bergizi gratis adalah program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dijadikan janji kampanye pada kontestasi Pilpres 2024 yang lalu.
Makan Bergizi Gratis Lahir dari sebuah kepedulian mulia akan nasib generasi bangsa Indonesia, data di tahun 2006 saat itu menunjukan lebih dari 30% anak-anak di Indonesia di bawah usia 5 tahun menderita stunting, data ini fluktuatif tetapi cenderung terus naik dari tahun ke tahun. Mengutip informasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Akibatnya, saat anak-anak itu tumbuh dewasa atau memasuki usia kerja IQ mereka bisa di bawah 70, artinya menjadi sebuah malapetaka demografi karena mereka akan kalah bersaing dalam memperebutkan lapangan pekerjaan.
Pemerintah telah menganggarkan sekitar Rp71 triliun untuk pelaksanaan program MBG di tahun 2025. Pemerintah juga menargetkan ada 15 hingga 20 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia hingga Desember 2025. Angka ini bakal meningkat bertahap hingga mencapai 82,9 juta penerima manfaat pada 2029. Penerima manfaat program MBG terdiri dari balita, santri, siswa PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA. Selain itu, ada juga ibu hamil serta ibu menyusui. Kekurangan asupan gizi sangat identik dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dikutip dari TEMPO.CO, Program Makan Bergizi Gratis diperkirakan bakal menelan dana hingga Rp400 triliun setiap tahunnya dan hal tersebut adalah sebuah keniscayaan. Kendati pemerintah telah mencanangkan anggaran Rp71 triliun untuk tahun ini, nyatanya bujet tersebut diperkirakan hanya akan mencukupi hingga Juni 2025 mendatang. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, program BGM membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 140 triliun agar tetap bisa berjalan hingga akhir tahun. Artinya, sepanjang 2025, program ini bakal menelan dana sedikitnya Rp 210 triliun. Untuk 2026 misalnya, agar program ini berjalan setahun penuh dari Januari hingga Desember, pemerintah harus menggelontorkan anggaran sekitar Rp 420 triliun. Pengeluaran dana sebesar itu disebut bakal konsisten terjadi setiap tahun, ungkap Zulhas.
Sebuah angka yang cukup fantastis tetapi sepadan dengan tujuan Program MBG kedepan, yaitu meningkatkan status gizi peserta didik, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita melalui penyediaan makanan bergizi sesuai standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian. Selain itu, program ini juga memprioritaskan sosialisasi dan edukasi gizi untuk masyarakat. Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai koordinator dalam program BMG ini meluncurkan sebuah inisiatif dengan tema ‘Menuju Generasi Emas‘ sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak dan ibu hamil serta menyusui di Indonesia. Program ini bertujuan untuk menanamkan pemahaman mendalam tentang pentingnya gizi seimbang, yang merupakan fondasi bagi kesehatan dan perkembangan generasi mendatang.
Lantas bagaimana strategi pemerintah untuk menutupi kekurangan dana MBG yang bersumber dari APBN ini di tahun-tahun mendatang?.
Berbagai tokoh dan kalangan telah mengajukan usulan agar program MBG ini tetap berjalan dan tidak membebani APBN, bisa saja dengan memanfaatkan dana Zakat sesuai usulan Ketua DPD RI Sultan Najamuddin. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Santoso menyarankan agar memotong dana desa untuk dialokasikan ke program makan bergizi gratis. Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal memberikan pendapat lain mengenai program makan bergizi gratis ini. Ia menilai pemerintah daerah dapat berkolaborasi dalam program makan bergizi gratis dengan memberikan sumbangan dana yang bersumber dari APBD. Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani juga turut memberikan usul terkait kendala anggaran program makan bergizi gratis. Ia menyarankan agara pemerintah menutupi kekurangan anggaran dengan menggunakan dana dari cukai rokok. Anggota DPR komisi IX, Edy Wuryanto mengusulkan agar dana makan bergizi gratis juga dipungut dari badan usaha milik negara (BUMN) melalui program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).
Dari sekian usulan yang masuk, belum ada yang mengusulkan untuk mengevaluasi kembali dan memperketat sasaran untuk calon penerima manfaat dari Program MBG ini. Sebagaimana diketahui konsentrasi masyarakat dengan klasifikasi miskin atau menengah ke bawah tentu sudah terpetakan dengan baik di tiap daerah oleh berbagai instansi di Pemerintahan yang berwenang dan telah melewati beberapa kali pergantian Presiden. Informasi ini dapat diperoleh melalui data di BPS, BKKBN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Pemda, sehingga berangkat dari data tersebut pemerintah sekarang dapat dengan mudah memanfaatkannya untuk kesuksesan program MBG ini. Pendalaman dan pengetatan serta evaluasi akan kelompok sasaran MBG adalah sebuah keharusan sehingga MBG ini benar-benar tepat sasaran dan bisa menghemat besaran anggaran yang harus digelontorkan pemerintah.
Program MBG menjadi fenomena baru di masyarakat Indonesia bahkan juga fokus sorotan media asing. Sebuah langkah strategis yang mendapat banyak pujian sekaligus cemoohan. Besarnya anggaran yang harus disiapkan, bahkan sampai nilai per porsi makan pun dijadikan ajang debat dan dikomentari serta diamini banyak pihak. Terlepas dari itu semua, program MBG sesungguhnya adalah sebuah investasi besar bagi masa depan dan keberlangsungan hidup generasi muda bangsa ini. Kekurangan tentu selalu ada untuk terus mendapat perbaikan dari hari ke hari.
Dibutuhkan keteguhan hati, disiplin dan perhitungan yang cermat oleh Pemerintah sekarang untuk terus melangkah melaksanakan program ini. Ada banyak asa dan harapan yang digantungkan lebih dari 230jt rakyat Indonesia kepada pemerintah, semoga dengan semakin baiknya asupan gizi generasi muda kita, dibesarkan dalam keluarga yang terdidik dengan baik dan penuh kasih sayang, bukan sebuah kemustahilan jika Era Indonesia Emas 2045 menjadi milik kita Bangsa Indonesia, Jayalah Bangsaku.
Ngamprah, 22 Januari 2025