Cipongkor(Newsroom).-Ratusan siswa terlihat asyik membaca beraneka buku yang mereka bawa dari rumah di lapangan upacara SMPN 2 Cipongkor. Sesekali terlihat diantara mereka berdiskusi sebentar dengan temannya mengomentari apa yang dibacanya.
Situasi di atas adalah salah satu bentuk program literasi masal bertajuk gerakan membaca sepuluh menit (GEMES) yang dirintis oleh H. Dadang Arifin, kepala SMPN 2 Cipongkor. “GEMES” tersebut merupakan program rutin mingguan dengan maksud untuk menumbuhkembangkan budaya baca serta membangun prilaku positif para siswa, terlebih dilaksanakan setelah melaksanakan shalat dhuha.
Dadang menuturkan bahwa literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan pada akhirnya dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dari apa yang dialinnya dalam kehidupan yang akan datang. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan akhlak mulia.
Mengutip pendapat para ahli disampaikan bahwa literasi pada awalnya dimaknai ‘keberaksaraan’ dan selanjutnya dimaknai ‘melek’ atau ‘keterpahaman’. Pada langkah awal, “melek baca dan tulis” ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal. Pada perjalanannya, literasi terus berkembang atau terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya sebab manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian, Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan berbagai aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Pengembangan keterampilan berliterasi khususnya mengembangkan minat baca belum berjalan secara optimal di sekolah. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang menjadi hambatan, di antaranya adalah masih banyak guru memiliki pemahaman berbeda atau kurang memadai tentang literasi. Padahal, guru seharusnya dapat menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Saat guru meminta siswa membaca, guru pun juga perlu membaca untuk memberi contoh yang baik bagi siswanya.
Saat ini kegiatan tersebut belum optimal dalam mengembangkan kemampuan literasi warga sekolah khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh minimnya pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya kemampuan literasi dalam kehidupan mereka serta minimnya penggunaan buku-buku di sekolah selain buku-teks pelajaran.
“Kegiatan membaca di sekolah masih terbatas, karena masih didominasi pada pembacaan buku teks pelajaran dan belum melibatkan jenis bacaan lain,” pungkas Dadang. *** AGU