Erna Sariningsih, S.Pd.
(Guru Perintis SMPN 5 Padalarang)
Literasi merupakan sebuah kegiatan yang saat ini sedang menjadi topik hangat pembicaraan terutama di dunia pendidikan. Di dalam pendidikan abad 21, literasi harus terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Bahkan di dalam perencanaan pembelajaran kegiatan literasi ini harus dicantumkan.
Selain dalam proses belajar mengajar, para pemangku kebijakan dalam dunia pendidikan juga berupaya untuk dapat menjadikan kegiatan literasi ini sebagai suatu pembiasaan. Diharapkan nantinya dapat menumbuhkan budaya baca dan tulis bagi semua civitas akademika di satuan pendidikan.
Salah satu program yang dicanangkan pemerintah yang harus dilaksanakan di setiap satuan pendidikan adalah GLS atau Gerakan Literasi Sekolah. Program ini harus masuk dalam kurikulum tingkat satuan Pendidikan. Berdasarkan kebijakan itu, maka sekolah tempat penulis bertugas segera melaksanakannya.
Namun sebenarnya, sebelum program ini dicanangkan, sekolah kami telah melaksanakan sebuah program literasi yang disebut dengan program wajib baca.
Pengurus perpustakaan berkolaborasi dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menjadi pelaksana kegiatan ini.
Pada kegiatan wajib baca ini, setiap siswa diharuskan membaca sebuah buku yang mereka pinjam dari perpustakaan. Dalam waktu dua minggu siswa harus selesai membaca buku tersebut. Setelah selesai membaca, mereka harus menuangkan reviu buku yang telah dibacanya itu dalam buku wajib baca yang telah disediakan. Setiap siswa memiliki satu buku wajib baca. Bila reviu telah dituliskan, siswa kemudian melaporkannya kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Nantinya reviu buku tersebut akan diberi nilai dan menjadi nilai tambahan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Selanjutnya, program GLS yang telah diwajibkan pemerintah menjadi pengganti kegiatan wajib baca. Program ini membuat kegiatan wajib baca di sekolah kami lebih baik lagi. Semua civitas akademika harus ikut serta di dalamnnya. Gencar, adalah nama gerakan literasi di sekolah kami. Gerakan Membaca Ceria, itu kepanjangannya. Kami ingin kegiatan ini dilaksanakan dengan ceria yang akan membawa kebahagiaan untuk kami yang melaksanakannya.
Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, kami mencoba untuk menyukseskan kegiatan ini. Di setiap kelas disediakan pojok baca. Koleksi bukunya didapat dengan mengumpulkan buku yang siswa miliki di rumah. Satu siswa satu buku. Bagi siswa yang tidak memiliki buku, mereka berusaha mengumpulkan uang semampunya. Kemudian uang yang terkumpul dibelikan buku untuk menambah koleksi.
Setiap hari Rabu dan Jumat, kami melaksanakan kegiatan pembiasaan membaca senyap. Buku yang dibaca siswa adalah buku yang tersedia di pojok baca. Setiap selesai membaca senyap siswa mencatat sampai dimana mereka membaca bukunya pada jurnal yang telah disediakan.
Apabila selesai membaca sebuah buku, mereka menuliskan identitas buku tersebut di atas sebuah daun. Dan daun tersebut kemudian ditempel di pohon Geulis. Sebelum menempelkan daun di pohon geulis, siswa diminta untuk mempresentasikan reviu buku yang sudah dibacanya di depan kelas.
Ada kebahagiaan terpancar dari paras mereka saat menempelkan daun di pohon geulis. Mereka bangga karena telah mampu menuntaskan membaca buku.
Ada keinginan untuk dapat menempel lagi daun berikutnya. Karenanya mereka segera membaca kembali buku lainnya. Bahkan bukan hanya pada saat membaca senyap saja.
Kegiatan tersebut juga berlaku untuk guru dan staf Tata Usaha. Kami semua harus membaca dan membuat reviu di selembar daun. Pohon Geulis pun tersedia di ruang guru. Di situlah kami, guru dan staf administrasi menempelkan daun tersebut. Kami senang melakukannya. Harapan kami, kegiatan ini akan menjadi kebiasaan yang tertanam dalam jiwa kami.
Editor: Nani Sulyani