Hikmah Masa Swakarantina
Di sela ketidakberdayaan pasti ada kebermaknaan dan kehebatan. Tak kan ada ujian tanpa pengorbanan dan perjuangan. Tak kan ada peluang kalau tanpa tantangan. Penulis salut ketika keponakan terus belajar dan belajar mengerjakan tugas yang dibebankan guru dari sekolahnya. Penulis pun sengaja hari ini pergi ke sekolah sekadar mengambil pekerjaan administrasi yang tertinggal di ruang guru. Sungguh luar biasa, tak ada siswa ditemui. Entahlah, apa karena kebetulan tidak bertemu, atau memang mereka betul-betul ada di rumah masing-masing. Patuh pada perintah dan anjuran Pemda dan Kementerian Pendidikan untuk belajar di rumah.
Kejadian di atas menandakan bahwa karakter disiplin dan taat aturan serta integritas siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan terhadap negara dan pemerintah masih tinggi. Anjuran pemerintah untuk mengisolasi diri karena virus korona yang mematikan itu disikapi dan dilaksanakan siswa dengan penuh tanggung jawab. Demikian pun seperti yang dikemukakan di awal. Salah satu dari seribu siswa yang ada di tempat Penulis bekerja, belajar dengan tekun di rumah, baik melalui media daring maupun non-daring.
Seperti yang telah diuraikan di atas, siswa sejatinya belajar di sekolah. Karena kejadian luar biasa virus covid-19 ini, mereka belajar di rumah masing-masing. Guru pun sigap memberikan tugas. Siswa belajar seperti saat di sekolah. Lucunya, siswa yang ingin belajar daring Ruang Guru misalnya, mereka menyiapkan alat tulis mulai pukul 8 pagi sampai dengan pukul 12 untuk belajar di media tersebut. Sengaja Penulis pun menanyakan pada keponakan tentang bagaimana cara belajar teman-temannya. Ia mengungkapkan bahwa mereka pun sama belajar mengejar target tugas yang telah diberikan guru. Luar biasa bukan? Ada bangga juga terharu, tetapi juga cemas, mengapa zaman sampai seperti ini.
Selama dua minggu masa swakarantina, ketika memberi tugas kepada siswa, guru sejatinya memikirkan berapa lama siswa mengerjakan tugas per hari dan per-mapelnya. Sejauh mana kemampuan mandiri siswa dalam mengerjakan tugas tersebut. Mengapa Penulis katakan demikian? Tugas kepada siswa pastinya tanggung jawab guru pemberi tugas. Yang menilai tugas tersebut adalah guru sendiri. Artinya, banyaknya tugas siswa berbanding lurus dengan menilai tugas tersebut. Umpan balik dan tindak lanjut dari tugas berarti perlu penanganan serius dan bermakna bagi kualitas pendidikan mereka.
Sejalan dengan masalah tersebut, Profesor Yus Rusyana Guru besar UPI yang di-share lewat WA memberikan arahan bahwa guru saat menyampaikan tugas atau pembelajaran di rumah haruslah bersifat memberi keselamatan, kemanfaatan, dan kenikmatan kepada siswa. Makna dari hal itu, pembelajaran di rumah harus dapat memberikan kegembiraan dan kemerdekaan dalam belajar. Kompetensi yang diharapkan agar siswa memiliki kemampuan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Oleh karena itu variasi tugas yang diberikan bisa saja dalam bentuk video pembelajaran, atau animasi lain yang sifatnya menyenangkan, bukan sebaliknya membebankan mereka dalam belajar.
Sepak terjang siswa dalam mengerjakan tugas sekali lagi sungguh luar biasa! Siswa melalui grup WA, sampai berani bertanya jika ada guru dari mapel tertentu yang belum memberi tugas. Tugas yang daring melalui Google form atau WA, atau dalam bentuk rangkuman dan sebagainya, memiliki cerita tersendiri.
Kejadian luar biasa virus korona menjadi kesempatan emas bagi siswa untuk belajar mandiri sekaligus berkolaborasi. Mandiri karena dikerjakan siswa secara sendiri di rumah. Gotong royong atau kolaborasi, yakni mengerjakan tugas secara sendiri, namun sekaligus juga siswa berdiskusi lewat telepon dengan teman mereka. Grup WA siswa tak pernah sepi. Sebaliknya, ramai diskusi tentang tugas dan pembelajaran.
Guru Mendukung Sepenuhnya Langkah Pemerintah
Istilah swakarantina mandiri dilakukan karena ingin memutus mata rantai virus Korona seefektif mungkin. Gubernur DKI, Anies Baswedan misalnya, mengungkapkan bahwa memutus mata rantai virus Corona pola lockdown total tak akan diberlakukan seperti halnya di Negara Korea Selatan, seandainya masyarakat dan satuan pendidikan, atau lembaga pemerintah lainnya di Indonesia, taat terhadap aturan yang telah ditetapkan. Aturan itu di antaranya, tidak melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Tidak pergi ke tempat wisata. Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja tidak di kantor tetapi di rumah, dan sebagainya.
Ya, Anies Baswedan mengungkapkan pula, bahwa virus Covid-19 tidak termasuk virus mematikan, tetapi virus korona cepat persebarannya. Otomatis, jika dalam waktu yang bersamaan banyak pasien terjangkit korona, bagaimana dengan rumah sakit dan petugas medisnya. Rumah sakit dan tenaga medis pastinya tak akan bisa menangani pasien dalam jumlah besar dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, tak ada alasan untuk tidak turut serta menutup mata rantai covid-19.
Perilaku cuci tangan memakai sabun, memelihara kebersihan lingkungan, dan jaga jarak dengan kerumunan orang adalah langkah konkret menghindari virus tersebut. Waktu dua minggu yang menjadi ketetapan swakarantina mandiri, virus korona diharapkan betul-betul menghilang dari muka bumi ini. Aamiin.***
Profil Penulis
N. Mimin Rukmini, Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMPN 1 Cililin Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebagai salah satu Tim Newsroom dan Fasda Literasi KBB. Suka menulis artikel dan telah diterbitkan di media massa (cetak dan online) dan telah menerbitkan 9 buku, baik tunggal maupun antologi. Tinggal di Bandung Barat, Jaba