Berita : Nani Sulyani
NGAMPRAH-(NEWSROOM). Informasi yang berkembang di masyarakat tentang pendidikan inklusif saat ini dirasa masih kurang tepat. Pendidikan Inklusif masih dipandang sebagai pendidikan untuk mereka yang dikategorikan berbeda, baik secara fisik, maupun mental dari anak-anak pada umumnya, atau yang kita kenal dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sehingga, tersimpulkan, bahwa Pendidikan Inklusif hanya diterapkan di sekolah luar biasa (SLB).
Perlu dijelaskan bahwa istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terbagi ke dalam dua kategori, yaitu ABK permanen (tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita) dan ABK temporer seperti malas belajar, kenakalan remaja, dll. Baik ABK permanen maupun temporer, sangat terbuka untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini terkait dengan pergeseran paradigma dari pelayanan dan rehabilitasi (charity based) menjadi pendekatan berbasis hak (right based), yang didasarkan pada 11 (sebelas) Asas Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.
“Kami merintis program pendidikan Inklusif sejak tahun 2015, bekerja sama dengan Save The Children-Yayasan Tunas Cilik. Kami mencanangkan, di tahun 2020 semua sekolah di Kabupaten Bandung barat memiliki sprit pendidikan inklusif, sehingga dapat menjadi sekolah yang ramah dan terbuka menerima anak-anak berkebutuhan khusus,” ungkap Imam Santoso, selaku Kadisdik KBB dalam sambutannya ketika menyambut rombongan Dewan Pendidikan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara, Selasa (11/12/18).
Bertempat di ruangan kerja Kadisdik Kabupaten Bandung Barat Gedung A lantai 1 komplek Pemda KBB, tujuh orang tamu dari jajaran Dewan Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatra Utara di sambut oleh Kadisdik KBB beserta segenap staf dan jajarannya. Kedatangan tim tersebut bertujuan untuk melakukan studi tiru terhadap Program Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Bandung Barat.
“Tahun lalu, kami sudah melakukan studi tiru ke Probolinggo tentang Program Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Tahun ini kami lengkapi dengan mengunjungi Kabupaten Bandung Barat. Dan ternyata, di Kabupaten Bandung Barat berbeda. Di Probolinggo, diterapkan sistem sekolah piloting, akan tetapi di sini semua sekolah terbuka untuk ABK. Ini sangat luar biasa. Kami akan membawa hasil studi ini kepada Kadisdik untuk didiskusikan dan mencari format yang sesuai dengan kondisi di Kabupaten Serdang Bedagai. Inshaa Allah, tahun anggaran 2019 ini kami akan menerapkan Program Pendidikan Inklusif.” demikian tanggapan Agus Marwan, SIP, selaku ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Serdang Bedagai saat mengungkapkan maksud kedatangan tim nya di hadapan jajaran Disdik KBB.
Pada prinsipnya. Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar ABK permanen dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali ABK permanan. Pendidkan Inklusif dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi peserta lembaga pendidikan baik itu dari sekolah dasar sampai tingkat universitas yang memiliki hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari setiap siswa dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh. Pendidikan inklusif dapat berarti penerimaan siswa atau mahasiswa yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah atau universitas.
Pendidikan inklusif bertujuan untuk menyatukan atau menggabungkan pendidikan reguler dengan pendidikan khusus ke dalam satu sistem lembaga pendidikan yang dipersatukan untuk mempersatukan kebutuhan semua. Pendidikan inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk menyatukan hak semua orang tanpa terkecuali dalam memperoleh pendidikan.
Tamu rombongan selanjutnya mengunjungi salah satu sekolah yang telah sukses menerapkan pendidikan Inklusif, yaitu SMPN 3 Lembang dan diterima oleh Wawan Kuswandi, selaku kepala sekolah. Tamu rombongan melakukan dialog, dan studi dokumen dengan guru, para Wakasek, dipandu oleh fasiltator daerah Pendidikan Inklusif, yaitu Nani Sulyani, Titin Rostika dan Sartika Pinang Sari.
“Program Pendidikan Inklusif perlu didukung oleh berbagai pihak, tidak terkecuali orang tua murid. Kami di sini melakukan edukasi kepada orang tua murid melalui kegiatan parenting, misalnya pada saat pertemuan atau rapat dengan orang tua. Juga para guru dan wali kelas berperan aktif mendorong siswa agar dapat menerima perbedaan, khususnya ABK,” Wawan menjelaskan.
Hakekat dari pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan, yaitu bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan dan tidak mendiskriminasikannya dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang dapat dicapai anak melalui pendidikan inklusi antara lain: (1) berkembangnya kepercayaan pada diri anak dan merasa bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya; (2) anak dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan sehari-hari; (3) anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru, sekolah dan masyarakat; (4) anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut.
Sementara, tujuan yang dapat dicapai oleh guru-guru dalam pelaksanakan pendidikan inklusi antara lain: (1) guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting inklusi; (2) terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam; (3) mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua anak; (4) bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi beragam; (5) mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak di lingkungan sekolah dan masyarakat.
“Kami menyadari sepenuhnya bahwa lahirnya paradigma Pendidikan Inklusif, sarat dengan muatan kemanusiaan dan semangat penegakan hak-hak asasi manusia. Dalam sistem pendidikan inklusif memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam sehingga mendorong sikap toleransi dan saling menghargai. Kita hargai perbedaan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa, dan sebagainya,” pungkas Imam Santoso menutup kegiatan..