Oleh N. Mimin Rukmini
Guru Bahasa Indonesia SMPN I Cililin
Dahsyat! Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 14.00, peserta kegiatan literasi wisata masih dalam lingkaran kelompok, masing-masing antusias mengerjakan kerajinan pigura berbahan dasar eceng gondok. Cuaca dalam keadaan mendung, berawan tebal. Sepertinya andai tak distop, mereka pasti melanjutkan membuat kerajinan hingga usai.
Adalah suatu ketika, kali pertama sekolah melaksanakan literasi wisata dalam kegiatan Tantangan Membaca Bandung Barat (TMBB). Di samping sebagai salah satu bagian dari kegiatan TMBB 2019, literasi wisata dilakukan sebagai upaya pengembangan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Upaya dimaksud untuk meningkatkan minat membaca pada peserta didik, meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungan, dan kecintaan pada budaya dan muatan lokal yang ada di sekitar sekolah.
Mengingat tujuan dan manfaat literasi wisata tersebut, Fasda Literasi Bandung Barat sepakat bahwa untuk kegiatan literasi wisata, diharapkan sekolah peserta TMBB mengunjungi destinasi wisata yang ada di Bandung Barat. Dengan demikian, peserta didik diharapkan mengenal dan mengetahui budaya dan muatan lokal di wilayah Bandung Barat, baru kemudian mengenal lokasi wisata daerah lain.
Kembali ke Bening Saguling Fondation. Pukul 8 pagi kami beserta 53 peserta mengikuti acara pembukaan. Disambut secara langsung Founder Bening Saguling, yakni Kang Indra. Dalam paparannya Beliau mengemukakan bahwa Bening Saguling Foundation atau Saung Eceng bergerak pada pemberdayaan masyarakat, limbah dan persampahan, wisata edukasi, dan pendidikan. Latar belakang kegiatan bertolak dari keprihatinan yang berhubungan dengan sungai Citarum yang menjadi urat nadi Waduk Saguling yang makin dipenuhi sampah dan eceng gondok. Sampah dan eceng gondok ternyata jika diolah dan diberdayakan akhirnya bisa bermanfaat dan menjadi penghasilan masyarakat sekitar Saung Eceng. Kerajinan bahan dasar eceng gondok, pengangkatan plastik dari air Waduk Saguling menjadi industri kreatif yang lebih maju. Bening Saguling Foundation dalam hal ini juga membuat mesin pencacah plastik dan banyak dipesan oleh negara lain. Saat ini pun Bening Saguling Foundation memiliki karyawan 58 pemulung, dan 35 perahu untuk kegiatan mengangkut sampah.
Kegiatan literasi wisata berikutnya, peserta diajak pemandu, jalan-jalan di sekitar air Waduk Saguling yang memang betul ternyata banyak eceng gondok dan sampah gelas atau botol plastik. Kurang lebih tiga perempat jam kami melihat secara kontekstual apa yang dipaparkan Kang Indra dengan kenyataan yang sebenarnya. Selain pemanfaatan eceng gondok dan pengangkatan sampah, dilakukan pula penanaman kayu untuk penghijauan sekitar bantaran air waduk Saguling.
Setelah kembali ke tempat semula, (bale urung), peserta kegiatan diarahkan pada kegiatan menulis. Permainan “Semangat 45” dan hitungan genap ganjil pada kerja berpasangan menandai apersepsi dan motivasi untuk kegiatan menulis. Antusiasme peserta kegiatan dan guru perintis sungguh luar biasa! Sebelum memulai menulis disajikan terlebih dahulu cerita inspiratif “Anjali Sang Pemulung Menjadi Dokter Spesialis Kanker”. Dengan pemodelan teks, peserta kegiatan merasa terbantu untuk mengembangkan ide menulis. Kegiatan pokok Literasi Wisata adalah kegiatan readathon atau membaca bersama yang diakhiri dengan presentasi tiga peserta untuk memaparkan secara singkat buku yang telah mereka baca.
Selesai salat, istirahat, dan makan, acara terakhir diisi dengan pembuatan pigura dari bahan dasar eceng gondok. Kegiatan dipandu secara langsung oleh Kang Indra, dan beberapa pemandu. Bagaimana tidak serunya, peserta melingkar dalam kelompok mencoba secara langsung menggunting dan menempel eceng gondok pada sketsa pigura yang telah disediakan. Karena keterbatasan waktu seperti yang telah diungkapkan pada paragraf awal, akhirnya pekerjaan yang belum selesai dilanjutkan di rumah masing-masing.
Tak ada kegiatan tanpa perjuangan dan kerja sama. Solid peserta, guru perintis, dan tim Newsroom salah satunya Elis Lisnawati, berdampak pada antusiasme semua peserta. Peserta puas, kerja tuntas, wawasan tak lagi terbatas. Literasi wisata, menjadikan wawasan ilmu dan sikap peduli terhadap lingkungan sekitar lebih terbuka. Semoga!