Oleh: Endang Wahyu Widiasari, M.Pd
(Guru Di SMPN 4 Cikalongwetan)
Saat ini, menurut hemat penulis, bahasa Indonesia lebih dominan digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari dibandingkan bahasa daerah. Ketika penulis bertanya dengan menggunakan bahasa daerah, seringkali dijawab dengan bahasa Indonesia. Hal tersebut tentu tidak salah. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dan juga sebagai bahasa persatuan untuk mengikat keragaman adat dan kebudayaan bangsa. Bahasa Indonesia juga dapat memudahkan komunikasi antar suku bangsa yang ada di negara kita tercinta. Dengan demikian, kebhinekaan pun tidak mudah terpecah belah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan juga tertuang dalam Ikrar sumpah pemuda. ” …….. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Sumpah pemuda menjadi tonggak dimulainya babak baru pemikiran bangsa Indonesia. Pada awalnya bersifat kedaerahan, akhirnya meluas menjadi satu kebangsaan Indonesia. Sumpah Pemuda tidak mengikrarkan berbahasa satu, tetapi menjungjung tinggi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
Akan tetapi, urgensi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan bukan berarti mematikan bahasa daerah. Perkembangan bahasa daerah justru memperkaya khasanah budaya bangsa, diantaranya: menambah kosakata bagi perkembangan bahasa Indonesia, sebagai pendukung bahasa Indonesia, sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia, sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah, merupakan media penerapan dalam pendidikan karakter, dan menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi. Untuk itulah, bahasa daerah perlu dilestarikan keberadaannya.
Pemerintah juga melakukan perlindungan terhadap bahasa daerah, didasarkan pada amanat Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan ayat itu, negara memberi kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan bahasanya sebagai bagian dari kebudayaannya masing-masing. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mewadahi pendidikan, ilmu dan budaya UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menetapkan tanggal 21 Februari sebagai hari bahasa Ibu.
Akan tetapi ironisnya, bahasa daerah lambat laun mulai ditinggalkan penggunaanya oleh sebagian pemuda, sangat disayangkan jika bahasa daerah lambat laun akan punah keberadaannya. Menurut UNESCO, seperti yang tertuang dalam Atlas of the World’s Language in Danger of Disappearing, di Indonesia terdapat lebih dari 640 bahasa daerah (2001:40) yang di dalamnya terdapat lebih kurang 154 bahasa yang harus diperhatikan. Sekitar 139 bahasa terancam punah dan 15 bahasa benar-benar telah mati.
Punahnya bahasa daerah disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: perkawinan antar suku bisa menjadi salah satu sebab hilangnya bahasa daerah, terjadinya urbanisasi, dan bisa juga rasa malu menggunakan bahasa Ibu dalam percakapan sehari-hari. Punahnya bahasa daerah harus menjadi pemikiran/renungan kita bersama agar bahasa daerah tetap hidup, karena bahasa daerah akan melestarikan kearifan budaya lokal.
Jika Kearifan lokal punah akan berdampak pada tercerabutnya nilai-nilai adiluhung yang terdapat dalam budaya daerah. Hilangnya bahasa akan membuat generasi mendatang kehilangan informasi mengenai bagaimana bahasa itu digunakan, bagaimana suatu kelompok bertahan hidup, termasuk bagaimana budaya dan sistem nilai yang dibawa oleh masyarakat tersebut. Sungguh ironis jika generasi mendatang akan menjadi generasi yang tercerabut dari akar budayanya.
Tentunya sebagai pendidik kita tidak boleh berdiam diri melihat kondisi ini. Pendidik harus membuat gerakan mengembalikan bahasa daerah menjadi bahasa komunikasi sehari hari. Mulailah dari keluarga kita sendiri untuk bertutur kata dengan menggunakan bahasa daerah. Penggunaan bahasa daerah dalam keluarga merupakan cara efektif melestarikannya. Selain keluarga, masyarakat dan sekolah harus membangun kesadaran akan pentingnya bahasa daerah sebagai budaya bangsa. Jangan malu menggunakan bahasa daerah.
Tidak ada salahnya juga kalau sekolah mengeluarkan sautu kebijakan di hari tertentu harus menggunakan bahasa daerah baik dalam percakapan maupun dalam pengantar pembelajaran. Selain itu untuk melestarikan adat istiadat daerah, sekolah mengeluarkan kebijakan dihari-hari tertentu memakai pakaian adat budaya setempat. Walaupun rasa kecintaan kita terhadap tanah air tidak dilihat dari menggunakan pakaian yang kita pakai, tapi dengan memakai pakaian budaya daerah setempat diharapkan muncul kesadaran untuk melestarikan kebudayaan dan harapan yang lebih besar lagi bagi tumbuh kembangnya kecintaan terhadap kebudayaan Indonesia.
Bahasa adalah salah satu kekayaan peradaban umat manusia. menggunakan Bahasa daerah berarti melestarikan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.