Oleh : Endang Wahyu Widiasari, M.Pd
(Guru Di SMPN 4 Cikalongwetan)
Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Keadaan ini sangat miris, bangsa yang besar seperti Indonesia memiliki minat baca yang rendah. Hal ini tentunya akan berdampak pula terhadap kualitas pembangunan sumber daya manusia, dan nantinya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Rendahnya minat baca masyarakat kita sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia. Untuk itu tidak heran bangsa kita menurut data Global Creativity Index yang dipublikasikan oleh Martin Prosperity Institute. Indonesia menempati peringkat 81 dari 82 negara. Posisi yang patut dijadikan cermin atau renungan bersama. Rendahnya kreativitas bangsa Indonesia salah satu sebabnya adalah karena rendahnya minat membaca masyarakat. Membaca adalah jendela dunia, salah satu cara untuk keluar dari kebodohan adalah dengan cara banyak membaca buku.
Sebagai jalan keluar untuk meningkatkan minat baca, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu poin penting yaitu adanya pembiasaan membaca buku bersama selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Aktivitas ini bertujuan untuk menumbuhkan budaya gemar membaca seluruh warga sekolah.
Untuk mewujudkan budaya gemar membaca seluruh warga sekolah, dan sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, kami berupaya memperkenalkan buku pada seluruh warga sekolah dengan membuat pojok baca di setiap kelas dan juga memanfaatkan ruang-ruang kosong di halaman sekolah menjadi pojok baca. Dengan tujuan untuk mendekatkan buku pada anak-anak, dan setiap saat mereka bisa membaca buku non pelajaran tanpa harus mundar-mandir ke perpustakaan.
Untuk pengadaan buku pojok baca kelas ini, awalnya kami menyuruh setiap siswa membawa buku bacaan non pelajaran ke sekolah satu orang satu buku. Akan tetapi hanya beberapa siswa saja yang membawa buku, dengan alasan tidak punya buku bacaan non pelajaran di rumah. Akhirnya, kami upayakan untuk mencari solusi bagaimana pengadaan buku bacaan di pojok kelas ini? Salah satunya dengan cara memburu buku-buku murah ketika ada bazzar buku.
Alhamdulillah di sekolah semua kelas ada pojok bacanya.selain di ruangan kelas kami juga memanfaatkan ruang-ruang kosong untuk dijadikan pojok baca sekolah. Setiap satu bulan sekali digilir buku-buku bacaan dari satu kelas ke kelas yang lainnya, dengan tujuan tidak membuat siswa bosan dengan buku yang itu itu saja. Apabila telah selesai membaca siswa berkewajiban menulis di Daun Geulis, yang isinya tanggal selesai membaca buku, judul buku yang dibaca, dan isi buku.
Daun-daun Geulis di setiap kelas semakin hari semakin rimbun, ini sebagai bukti siswa telah selesai membaca buku. Kelas yang paling banyak menempel di Daun Geulis kami beri penghargaan di setiap awal bulan. Walaupun penghargaan yang diberikan hanya selembar piagam saja, namun itu membuat anak-anak senang, dan termotivasi untuk membaca buku.
Dengan adanya pojok baca kelas dan juga pojok baca sekolah, menjadi salah satu cara untuk mendekatkan buku kepada siswa. Selain dimanfaatkan untuk pojok baca, ruangan-ruangan yang dibuat juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pertemuan-pertemuan siswa (seperti rapat OSIS atau Kegiatan Esktrakurikuler).