Oleh: Asep Sudarso, S.Pd
(SD Negeri 11 Lembang)
Indonesia adalah swarga. Memiliki tanah yang subur, panorama yang indah, dan kekayaan alam yang melimpah. Namun, dibalik berkah tersebut, penduduk di negeri ini harus waspada. Salah satunya letak gerografis Indonesia berada dalam jalur “Ring of Fire” (deretan gunung berapi dikawasan Pasifik), bahkan dari 500 gunung berapi aktif yang ada di dunia, 129 di antaranya berada di Indonesia.
Sementara itu, menurtut risiko bencananya. Indonesia ada di peringkat ke-1 untuk risiko tsunami dan tanah longsor, dan peringkat ke-3 dalam risiko gempa . Selain itu, bencana di Indonesia yang didominasi oleh banjir dan diikuti oleh tanah longsor, angin kencang, kekeringan, tsunami, dan gempa bumi.
Sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, yang mana kenyamanan dan keamanan dalam kegiatan pembelajaran sangatlah utama dan mendukung tujuan dan Pendidikan itu sendiri.
Untuk itu, keamanan lingkungan pendidikanyaitu sekolah perlu menjadi perhatian, yang mana pada dasarnya pemerintah telah menggulirkan regulasi salah satunya tentang penerapan satuan Pendidikan aman bencana (SPAB) sesuai dengan Permendikbud nomor 33 tahun 2019 dan Persekjen dikbudristek nomor 6 tahun 2023, tapi dirasa kurang efektif bahkan banyak sekolah yang belum menerapkan.
Didasari letak Lokasi wilayah sekolah khususnya SDN 11 Lembang yang berada di daerah rawan bencana salah satunya bencana Gempa karena adanya Sesar Lembang/patahan Lembang, juga berdekatan dengan Gunung aktif Tangkuban Perahu, serta banyak daerah tebing rawan longsor tempat tinggal siswa, serta minimnya kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat terutama anak anak, yang mana menurut survei risiko keretanan anak-anak menjadi korban bencana alam sangat tinggi yaitu dikisaran 70-80%.
Berdasarkan hal tersebut diatas lahirlah suatu gagasan yang mengutamakan keperpihakan kepada murid agar mereka mempunyai pengetahuan, ketangguhan, dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, dimana pun, kapan pun melalui program “Ketan Bakar” (Kelompok Tangguh Bencana di lingkungan sekitar), yaitu sebuah program kokulikuler yang berkolaborasi dengan ekstrakulikuler yang mana merupakan penguatan tentang materi Kebencanaan dari mata pelajaran IPA, PPKn dan juga Pendidikan lingkungan hidup (PLH) dengan pendekatan berbasis asset yang ada baik manusia, politik, fisik, social budaya dan lingkungan dan yang lainnya.
Adapun mengapa diberi nama “Ketan Bakar” (Kelompok Tangguh Bencana di lingkungan sekitar) hal ini diambil dari makanan khas yang sering dijumpai disepanjang jalan di daerah Lembang.
Tujuann dari program “Ketan Bakar” (Kelompok Tangguh Bencana di lingkungan sekitar) di antaranya:
- Menciptakan budaya aman bencana,
- Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi bencana,
- Memupuk kewaspadan dan ketangguhan dimanapun, serta kapanpun,
- serta memupuk rasa empati dan kepeduliaan kepada sesama.
- Tersusunnya program dan dokumen prosedur tetap (SOP) tentang kebencanaan yang disepakati.
Aksi yang dilakukan pada program ini adalah melakukan komunikasi aktif dengan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah karena program ini menyangkut semua warga sekolah dan tidak lupa dengan pertimbangan Voice, choice dan ownership dimulai dengan observasi dan kajian risiko (kerentaan, kapasitas, ancaman) di lingkungan sekolah, rumah dan juga lingkungan sekitar.
Pembentukan Kelompok Tangguh Bencana di lingkungan sekitar (KETAN BAKAR), pelatihan keterampilan dan pengetahuan kebencanaan, penyusunan prosedur tetap kesiapsiagaan di kelas dan di rumah, berbagi praktik baik kepada keluarga, teman di sekolah dan di rumah, kegiatan pameran dan permainan tentang kebencanaan, dan membiasakan secara rutin kegiatan praktik simulasi dan prosedur tetap yang telah dibuat.
Kegiatan ini tidak luput dari tantangan mulai dari keterbatasan waktu, keterlibatan, dan kolaborasi semua pihak, kurang motivasi, bosan dan jenuh pada diri murid, keterbatasan Sarana dan prasarana, konsistensi pelaksanaan program kebencanaan. Tapi semua itu bisa disiasati dan diatasi dengan adanya kesepahaman dan keyakinan semua pihak akan pentingnya keselamatan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana untuk diri sendiri, keluarga, orang lain, dimanapun serta kapanpun.
Siap untuk selamat!