Andri Rahmansah
(SMPN 3 Ngamprah)
Menjaga Sirkulasi Informasi Tetap Sehat
Dewasa ini, kecanggihan teknologi membuat arus informasi dengan cepat mengalir ke seluruh pelosok negeri, bahkan hingga penjuru dunia selama adanya jaringan internet. Hampir semua akses kehidupan ada dalam genggaman tangan. Mungkin, sekitar 10 atau 15 tahun yang lalu tak pernah terbanyangkan kita bisa memesan sesuatu, baik barang maupun jasa cukup menggunakan HP.
Qodarullah, kita hidup di masa seperti ini. Arus informasi datang dan pergi silih berganti. Lain halnya jika kita hidup pada tahun 1945, maka boleh jadi saat ini kita sedang angkat senjata. Tentu semua itu sudah Allah Swt. gariskan jauh sebelum kita lahir ke dunia.
Selain dimanjakan oleh akses kecanggihan teknologi, kita pun mesti mengantisipasi beberapa hal negatif yang dimungkinkan muncul dari kecanggihan teknologi tersebut. Misalnya, aplikasi WA yang hampir digunakan semua kalangan, yaitu tua muda, orang yang tinggal di kota maupun desa, dan lain-lain. Di aplikasi WA disediakan fitur forward atau teruskan. Kita bisa dengan mudah meneruskan pesan dengan memanfaatkan fitur tersebut.
Namun, hal itu bak pisau bermata dua mengingat akan ada dampak buruk bila kita termasuk ke dalam “Komunitas Forward.” Salah satunya adalah kita menjadi tidak kritis terhadap isi pesan dan sumber pengirim pesan. Kadang kala yang dibaca hanya judul atau kadang kita lupa isi pesan itu untuk ditujukan kepada siapa. Dalam salah satu percakapan terekam suatu peristiwa tutur di dalam WAG seperti berikut.
assalamualaikum wr wb
mohon maaf bapa ibu wali kelas mohon bantuannya,
bagi siswa siswi yang berumur 12-15tahun di kelasnya masing-masing untuk mengisi angket ksioner berikut ini sebagai pendataan vaksinasi :
klik here :
https://forms.gle/…
pengisian paling lambat malam ini pukul 23.59
mohon bapa ibu wali kelas dapat memonitoring siswa-siswi yang kemarin sudah mendata umur (12-15th)
Dari chatt tersebut tampak bahwa pengirim pesan berharap bantuan wali kelas mengondisikan siwanya masing-masing agar mengisi angket yang ada dalam sebuah tautan. Jadi, chatt tersebut sebetulnya ditujukan kepada bapak/ibu wali kelas. Tugas wali kelas adalah mengondisikan siswa sesuai dengan harapan sang pengirim pesan, bukan meneruskan chatt. Mengondisikan tersebut bisa dengan menelpon, bisa mengirim pesan di grup orang tua, atau bila memungkinkan, wali kelas langsung japri siswa yang masuk kategori. Hal itu dilakukan karena ada beberapa kejadian, orang mengelak dengan alasan belum baca grup dan sebagainya meski sebetulnya bisa diantisipasi dengan mengecek kebenarannya dengan mengklik info pesan. Namun demikian, hal tidak menjadi patokan yang bersifat mutlak mengingat dengan cara tertentu kita pun bisa membaca grup tanpa sepengetahuan sang pengirim.
Kasus yang hampir mirip dengan peritiwa itu adalah sebagai berikut. Mohon kepada Bapak/Ibu wali kelas agar bisa menghadirkan siswa-siswa berikut untuk menyelesaikan tugas X. Penerima pesan, yaitu wali kelas sebetulnya tidak perlu langsung meneruskan chatt tersebut, cukup dengan mengondisikan siswa yang dimaksud bisa memenuhi harapan sang penerima pesan bisa juga japri agar siswa atau orang tua tersebut tidak kehilangan muka. Bila langsung diteruskan ke WAG orang tua, mungkin saja dari orang tua tersebut merasa malu, dsb.
Nah, hal itu bila ditilik dari ilmu bahasa sering dikenal dengan harm potential atau berpotensi menimbulkan kekacauan, kebencian, dsb. Untuk mengantisipasi hal itu, kita pun berperan sebagai filter. Misalnya, bila kita menerima pesan dari rekan terkait dengan siswa yang telat mengirim tugas atau asal-asalan dalam mengerjakan apalagi dalam chatt itu tertulis nama siswa, maka itu cukup menjadi konsumsi pribadi. Tidak menjadi konsumi di WAG. Kita bisa membayangkan orang tua siswa tersebut. Sebagai alternatif lain, kita bisa langsung berkomunikasi melalui japri.
Kejadian lainnya yang agak menggilitik seperti berikut. Sebuah pengumuman dihembuskan melalui WAG. Misalnya, Siswa kelas 7 dan 8 belar dari rumah secara daring karena ada kegiatan US kelas 9. Sakitu ti pusat mah (ditambah emoticon senyum). Jika kita literat atau bahasa sederhanya melek huruf, maka kita (jika sebagai wali kelas) tidak meneruskan pesan tersebut secara serta-merta. Hindari fitur forward! Pesan tersebut ditujukan untuk wali kelas.
Oleh karena itu, wali kelas cukup dengan cara yang paling mudah dan tentu tidak lebih dari 5 menit, yaitu dengan salin dan hapus beberapa informasi yang dianggap kurang relevan bila dikirim di grup. Misalnya, informasi tersebut menjadi Siswa 7B yang ibu cintai, mulai Selasa s.d Kamis kalian belajar di rumah dl yaa Kakel kalian lg US atau dengan cara lain karena tiap wali kelas memiliki keunikan masing-masing dalam menyampaikan informasi.
Hal lain yang sebetulnya perlu kita kritisi bersama adalah sebuah pesan yang isinya kurang lebih menyuruh agar menersukan kembali pesan kepada beberapa grup kemudian diberi imbalan tertentu, termasuk surga. Hal itu memang harus menjadi atensi bersama. Seperti yang kita ketahui surga itu tidak didapat secara murah dan mudah.
Perlu perjuangan untuk meraihnya mengingat tiap individu memiliki peluang memasuki pintu surga sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing. Misalnya, seseorang yang dibukakan rezki yang luas oleh Allah Swt., maka dia berpeluang memasuki pintu surga dari infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya.
Lain halnya dengan seseorang yang memiliki kekuatan fisik yang prima sehingga ia mampu berpuasa, selain puasa wajib, maka dia pun berpeluang masuk surga dari amalan puasanya tersebut, dst. Begitu informasi yang diperoleh dari beberap literatur yang penulis baca. Sekaitan dengan peristiwa yang mengondisikan agar kita meneruskan pesan tersebut, tentu bila validitas informasi itu benar, maka yang pertama kali diuntungkan adalah orang yang berbisnis di dunia provider telekomunikasi.
Dengan demikian, kita berharap agar kita pun bisa “selamat” dari akses kehidupan yang ada dalam genggaman tangan. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah gunakan rumus thinking before posting! Berpikirlah terlebih dahulu sebelum memosting sesuatu! Karena itu, tidak semua pesan yang kita terima pantas diteruskan.
Bila tadi beberapa hal yang kurang mengenakkan. Berikut ini merupakan beberapa hal yang mengenakkan dengan memanfatatkan aplikasi WA. Sebagai guru yang mungkin saja diberi tugas tambahan sebagai wali kelas tentu bisa memanfaatkan WAG sebagai media sirkulasi informasi. Misalnya, bila ada perubahan jadwal yang berupa tabel jpg atau pdf dan harus segera “dikonsumsi” siswa, maka kita benar-benar dimanjakan dengan fitur forward. Bila di kelas terdapat siswa yang sering absen.
Nah, untuk informasi yang memerlukaan akses kecepatan yang sangat tinggi dalam menangani hal tersebut, kita tak perlu direpotkan dengan menggunakan surat kemudian mencari orang yang bisa mengirimkannya, dan memastikan bahwa surat itu diterima oleh orang yang tepat. Bila mendapati siswa tersebut mengulangi lagi, maka kita bisa langsung menginformasi tersebut lewat japri kepada orang tuanya. Hal ini penting agar kelak tidak menjadi bomerang. Naudzubillah min dzalik! Siswa dibiarkan begitu saja kemudian langsung vonis X, misalnya, tentu tidak ada satu pun orang tua yang menerimanya.
Bila kejadiannya seperti itu, maka bukan tidak mustahil wali kelas pun akan kehilangan muka. Bahkan, nama lembaga bisa menjadi taruhannya. Misalnya, bisa saja orang tua mengatakan Kenapa sekolah tidak mengabari saya?. Coba kalo dari dulu pas anak saya tidak masuk ada informasi dari sekolah. Dari informasi tersebut, yang disebut bukan lagi individu akan tetapi sudah menyangkut lembaga. Semoga Allah Swt. selalu membimbing setiap gerak langkah kita dalam kebaikan. Aamiin Yaa Robbal’alamiin.
Profil Penulis: Andri Rahmansah berpofesi sebagai guru di SMPN 3 Ngamprah sejak 1 Januari 2011.