Oleh : BUDHI SLAMET SAEPUDIN, S.Sos
(Pelaksana Bidang SMP Dinas Pendidikan KBB)
April 2015, saat pertama kali Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) digelar untuk perdana, berbagai kontroversi pun bermunculan. Sebuah terobosan baru dalam menilai hasil akhir pembelajaran peserta didik, dengan memanfaatkan teknologi informatika Computer Based Test (CBT) mulai dipertaruhkan. Sebagian pihak beranggapan keputusan ini terlalu cepat karena kondisi infrastruktur yang belum merata di tanah air, di lain pihak tidak sedikit pula yang mendukung langkah ini. Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud berargumen bahwa pelaksanaan UNBK digelar bukan tanpa pertimbangan, tetapi dilaksanakan dengan berbagai alasan, termasuk upaya menekan biaya.
Mengutip pernyataan Mendikbud saat itu, Bapak Anies Baswedan yang diunggah https://bbc.com tanggal 13 April 2015, “Anda bisa bayangkan, apabila soal ujian yang dicetak di Sulawesi Selatan harus dikirim ke Kepulauan Sangihe di bagian Utara Sulawesi. Soal-soal dibawa melalui jalan darat, dibawa terbang, dibawa melalui laut agar sampai di tempat. Lalu, bayangkan jika di sana ada akses internet, kemudian di sekolahnya ada server dan komputer. Pengiriman akan jauh lebih simpel, biaya jauh lebih murah karena tidak perlu dicetak dan tidak perlu distribusi yang mahal.”
Walaupun UNBK bukan merupakan penentu kelulusan siswa, dan tidak diwajibkan kepada sekolah yang belum siap secara infrastruktur, di sisi lain tetap mengundang sanggahan. Seperti salahsatunya yang disampaikan Profesor Soedijarto, selaku Guru besar di Universitas Negeri Jakarta. “Pelaksanaannya terlalu cepat karena Indonesia bukan Jakarta, bukan kota-kota besar. Berapa persen anak Indonesia di daerah-daerah yang bisa memakai komputer dengan baik? Apa perlu secepat itu, apalagi dalam kondisi listrik di Indonesia suka mati dan hidup?” Umumnya nada tidak setuju selalu dikaitkan dengan kondisi infrastruktur sekolah yang dijadikan alasan utama sebagai kendala pelaksanaan UNBK ini.
Kini tiga tahun sudah berlalu, UNBK untuk jenjang Dikdas dan Dikdasmen sudah dilaksanakan secara bertahap. Komitmen semua pihak untuk bermigrasi dari Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) ke UNBK sudah dilaksanakan. Walaupun dalam perjalanannya menemui berbagai kendala, Kemendikbud dengan dukungan seluruh stakeholder yang ada terus melangkah dengan penuh ketetapan hati. Berbagai sosialisasi, pelatihan, bimbingan teknis dan simulasi terkait UNBK terus digalakan ke seluruh level pemangku kepentingan di daerah. Munculah istilah Proktor, Teknisi dan Helpdesk UNBK yang menjadi khazanah baru dalam istilah dunia pendidikan di tanah air.
Proktor dalam arti sederhana diartikan sebagai orang atau pihak yang ditunjuk atau ditugaskan untuk bertanggungjawab mengendalikan server di suatu sekolah. Sedangkan teknisi UNBK adalah tenaga teknis yang ditugaskan dan bertanggungjawab menangani bila terjadi masalah teknis pada unit komputer, UPS, genset dan jaringan internet baik softwere maupun hardwere. Helpdesk sendiri diartikan sebagai orang atau pihak yang diberikan tugas membantu dan memantau setiap permasalahan yang muncul ketika UNBK berlangsung di wilayahnya, dan diharapkan bisa menjembatani antara satuan pendidikan di level bawah hingga level yang lebih tinggi dalam memecahkan kendala tersebut. Begitu kompleksnya pelaksanaan UNBK ini, hingga pihak yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ini seperti Persahaan Listrik Negara (PLN) dan operator seluler diajak untuk bersinergi demi mensukseskan ritual tahunan ini.
Migrasi dari UNKP menuju UNBK adalah sebuah keniscayaan. Seiring semakin pesatnya arus perkembangan teknologi informasi dan memasuki revolusi industri 4.0, penggunaan computer based test adalah sesuatu yang tidak terbantahkan. Perluasan UNBK untuk Dikdas (SMP/MTs) dengan memanfaatkan fasilitas di SMK/SMA/MA terdekat (Resource sharing) yang memiliki fasilitas lengkap terus digelar. Peningkatkan mutu soal ujian juga terus didongkrak dengan menerapkan Higher Order Thingking Skill (HOTS) yang berbasis analisa dan penalaran. Integrasi data peserta UNBK dengan Dapodik/Emis merupakan sebuah usaha Kemendikbud untuk menyempurnakan pelaksanaan UNBK dari tahun ke tahun.
Dalam rapat koordinasi evaluasi UN tahun 2018 yang diselenggarakan Dirjen Dikdasmen Kemendikbud di Novotel Hotel Karawang (21-23/11/18), terlihat prosentase capaian pelaksanaan UNBK di Tanah Air sudah kian bertambah untuk semua jenjang. Untuk jenjang SMA/MA di tahun 2018 sudah mencapai 80%, SMK 96% dan SMP/MTs 51%. Kemendikbud mematok target, bahwa untuk UNBK 2019 jenjang SMA/MA dan SMK sudah harus 100%, sedangkan jenjang SMP di angka 80% berbeda dengan MTs yang juga harus 100%. Pemberian target capaian ini tidak terlepas dari usaha pemerintah untuk mewujudkan sistim penilaian pendidikan nasional yang credible, acceptable dan accountable.
Sejatinya, hasil Ujian Nasional adalah dasar bagi peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Dari hasil Ujian Nasional setiap tahunnya, pemangku kepentingan dapat melihat, menilai, menganalisa dan memperbaiki aspek apa yang sekiranya kurang dan perlu mendapatkan pembenahan di kemudian hari. Kembali penulis teringat pesan bapak Anies Baswedan ketika beliau masih menjabat Mendikbud “Pelaksanaan Ujian Nasional bukan hanya sebagai bentuk tanggungjawab konstitusional, tetapi juga bentuk tanggungjawab moral.” Semoga!.
Mantap! UNBK, Refleksi, evaluasi, sarana pendukung, dan sinergitas antarpenentu kebijakan, terus dijalankan!
Terima kasih Bu Mimin atas komentarnya