Artikel: ADHYATNIKA GU
Bandung Barat, (Newsroom).- Zona nyaman adalah sebuah keadaan manakala seseorang berada pada situasi yang stagnan. Kondisi ketika kenyamanan dirasakan, dan pencapaian atas segala jerih payah yang telah dikerjakan. Pada saat menjadi seorang pegawai, rutinitas pekerjaan dijalaninya sesuai dengan tugas dan fungsinya. Sebagai pelajar, ditempuhnya proses pembelajaran sesuai dengan alur akademik. Sebagai guru, dijalaninya tugas pokok dan fungsi sejalan dengan apa yang digariskan oleh aturan. Seorang petani akan menyemai benih, lalu dijaga, diberi pupuk, kemudian ditunggunya sampai waktu panen tiba, kemudian dijual, atau untuk dikonsumsi sendiri.
Selintas tidak ada yang salah dengan keadaan tersebut. Akan tetapi apabila dicermati banyak hal yang kurang positif dari zona ini. Situasi semacam itu akan membuat kreativitas dan inovasi tidak muncul. Kecenderungan bagi orang yang ‘terjebak’ dalam zona nyaman adalah ketidakpercayaan pada ‘dunia’ di luar aktivitasnya. Sehingga rutinitas adalah segalanya, tanpa mau berkreasi dan berinovasi ke satu keadaan yang padahal boleh jadi akan membuatnya lebih berkembang ke arah yang lebih maju, dan memberi manfaat kepada orang lain.
Imam Al Ghazali menggambarkan keadaan seseorang dalam tiga hal; beruntung, merugi, dan celaka. Semua tergantung bagaimana menggunakan anugerah hari yang dijalaninya. Man kana yaumuhu khairon min amsihi fahuwa rabihun, waman kana yaumuhu mitsla min amsihi fahuwa khasirun, wa man kana yaumuhu syaron min amsihi fahuwa halikun. Barang siapa yang keadaan harinya lebih daripada hari kemarin maka dia beruntung, dan barangsiapa yang keadaan harinya sama dengan hari kemarin maka dia merugi, dan barang siapa yang keadaan harinya lebih buruk daripada hari kemarin maka dia celaka.
Fenomena di atas sangat mungkin terjadi pada dunia pendidikan. Ketika seorang guru merasa nyaman berada pada situasi yang tercukupi secara hak; gaji yang cukup, tunjangan profesi terpenuhi, sehingga tidak perlu berkreasi untuk lebih membuat pembelajaran menjadi lebih aktif, menarik dan menyenangkan bagi siswanya. Kegiatan mengajar dipandangnya sebagai gugurnya kewajiban. Administrasi pembelajaran pun dipandang sebagai dokumen pendamping proses belajar mengajar yang formalitas saja. Sehingga timbulah persepsi bahwa keluar dari zona tersebut dianggapnya hanya membuang waktu dan sama sekali tidak berdampak ekonomi. Keluar dari zona nyaman sangat mungkin diartikannya sebagai pelanggaran hidupnya yang telah ditakdirkan sebagi guru; yang hanya berkewajiban untuk mendidik, mengajar, dan memenuhi kebutuhan para siswa di kelasnya saja.
Sesungguhnya guru adalah profesi yang aktif. Aktif dalam arti dinamis dalam kompetensi yang melekat dalam dirinya. Menurut Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) ditegaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi pedagogik seperti yang diketahui adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembalajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sementara yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi para peserta didik, dan berakhlak mulia. Sedangkan kompetensi profesional meliputi penguasaan terhadap materi pembelajaran secara luas dan mendalam; cakupannya adalahpenguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi, serta struktur dan metodologi keilmuannya. Pada sisi lain, yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan para siswa, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan regulasi dan pengertian kompetensi guru di atas, banyak peluang untuk mengembangkan diri secara pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Ketika seorang guru memahami kompetensi yang dimilikinya, maka dia akan berusaha membuat suatu inovasi yang akan membuat suatu perangkat pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Ketika memahami kompetensi kepribadian dan sosial yang diamanatkan kepadanya, maka seorang guru akan tampil sebagai suri tauladan dalam hidup dan kehidupannya. Begitu pula profesionalitas akan terbangun dengan sendirinya, sehingga siswa akan diposisikan sebagai subyek pembelajaran, siswa sebagai sahabat tempat berbagi ilmu, dan siswa sebagai guru dalam belajar sukur dan sabar; sukur karena dapat berbagi ilmu, dan sabar menghadapi ujian emosinya.
Zona nyaman tentu tidak dapat disalahkan. Tetapi betah dalam ‘jebakan’ keadaan tersebut tidak membuat berkembangnya kreativitas diri. Berada pada zona nyaman ‘memenjara’ impian untuk mencapai titik keberhasilan. Sudah saatnya melepaskan diri dari situasi tersebut agar menjadi pribadi yang tidak hanya bermanfaat bagi diri, tetapi maslahat bagi sebanyak-banyaknya umat.
Tempaan hidup adalah seni, untuk menjadikan diri lebih maju dan berarti. Semakin banyak tempaan, semakin deras terpaan angin hambatan, akan menjadikan diri kuat menghadapi tantangan yang dihadapinya. Sesungguhnya pribadi yang kuat akan lahir dari sejauhmana gemblengan atas dirinya. Gemblengan tersebut akan menjadikan diri tampil tangguh dalam segala keadaan. Sehingga pada akhirnya akan menjadi pribadi yang tidak betah dalam keadaan yang melenakan diri. Terus berkreasi, senantiasa berinovasi adalah sosok yang berhasil keluar dari zona nyaman.
Akhirnya, mengutip sebuah pidato yang terkenal pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada tahun 1963, sebagai bahan renungan, Bung Karno menyatatakan:
“..Kemarin aku baca Ramayana saudara-saudara. Ramayana! Di dalam Kitab Ramayana itu ada disebutkan suatu negeri. Namanya negeri Utara Kuru. Utara Kuru yaitu artinya Lor-nya negara Kuru. Kuru yaitu Kurawa itu.
Utara Kuru disebutkan dalam Kitab Ramayana itu, bahwa di negeri utara Kuru itu tidak ada panas yang terlalu,’ ndak’ ada dingin yang terlalu, gak ada manis yang terlalu, gak ada pahit yang terlalu, segalanya itu tenaang, tenaang. Ora ono panas, ora ono adem ! Tidak ada gelap, tidak ada terang yang cemerlang. Adem Tentrem Kadyo Siniram Banyu wayu, Sewindu Lawase.
Di dalam Kitab Ramayana itu sudah dikatakan, (hemm), negeri yang begini ini tidak bisa menjadi negeri yang besaar! Sebab tidak ada, (owh)..Up and Down! Up and Down! Perjuangan tidak ada! Semuanya itu adem tentrem, seneng, seneng,seneng pun tidak terlalu seneng, tidak terlalu sediiih! Sudahlah! Tenaaang, tenaaang Utara Kuru.
Apakah engkau ingin menjadi suatu bangsa yang demikian saudara-saudara?! Tidak! Kita tidak ingin menjadi suatu bangsa yang demikian! Kita ingin menjadi suatu bangsa yang seperti setiap hari digembleng oleh keadaan. Digembleng hampir hancur-lebur bangun kembali! Digembleng hampir hancur-lebur bangun kembali! Hanya dengan jalan demikianlah kita akan menjadi satu bangsa yang benar-benar berotot kawat balung wesi…”
Biodata Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi.
Pekerjaan: Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak tahun 1999. Pengurus MGMP B. Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Anggota NEWSROOM tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Penulis Buku Anak dan Remaja. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun