Adhyatnika Geusan Ulun
(SMPN 1 Cipongkor)
Sikap yang diajarkan Islam dalam menghadapi segala peristiwa adalah tetap menjaga kebersihan hati untuk tidak berburuk sangka atas segala ketetapan Allah. Sehingga apapun keputusan Tuhan selalu dihadapi dengan sikap bijak.
Bangsa Indonesia kembali berduka. KRI Nanggala 402, kapal selam tempur TNI AL, tenggelam. Hal ini menambah deretan bencana yang ada di negara ini. Belumlah kering air mata atas tragedi banjir bandang Seroja di Nusa Tenggara Timur, ditambah belum usainya pandemi yang menguras tenaga dan pikiran seluruh komponen bangsa.
Peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala 402 mengingatkan kepada semua campur tangan semesta tidak boleh dikesampingkan. Hal ini menjadi sebuah tamparan keras untuk menyadarkan semua pihak agar kembali kepada keyakinan bahwa secanggih apapun teknologi tidak akan pernah bisa menahan kehendak Yang Maha Kuasa.
Hal di atas dipertegas oleh Kepala Staf Angkatan Laut, Yudo Margono, bahwa kejadian karamnya KRI Naggala 402 adalah karena faktor alam bukan human error. Menurutnya, semua prosedur telah diterapkan dan dijalankan serta secara teknis kapal ini masih sangat layak dioperasikan, mengingat baru saja menjalani perawatan. Sebuah statemen yang mencerminkan sikap jujur yang mengedepankan kemahakuasaan Tuhan di atas segalanya.
Sebagai seorang muslim tentu segala peristiwa yang terjadi merupakan kehendak Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al Quran Surat Al An’am (59), yakni Dia Mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Tentu semua orang sudah mengetahui dalil di atas. Namun, hikmah yang terkandung dari peristiwa KRI Nanggala sangatlah penting untuk diketahui. Sehingga akan memperkuat keyakinan bahwa manusia hanyalah mampu berusaha tanpa bisa memprediksi kejadian yang akan menimpa sesudahnya.
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari tragedi KRI Nanggala 402, di antaranya bahwa memang teknologi dapat mengantarkan manusia mencapai sejumlah keinginan, tetapi “Tangan Yang Maha Kuasa” adalah penentu kejadian. Hal ini menegaskan bahwa sehebat apapun rencana yang dirancang tetap saja hasilnya Tuhan yang menentukan.
Selanjutnya, peristiwa di atas harusnya kembali menyadarkan manusia untuk tetap bersabar atas segala kejadian yang ‘diskenariokan’ Allah. Karena pastinya sudah dipersiapkan rahasia di balik semua peristiwa itu. Hal ini merujuk pada Al Quran Surat Al Baqarah (155-156): Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, merka berkata “Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun”-Sesungguhnya kami milih Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.
Berikutnya adalah mengingatkan orang beriman tentang pentingnya menyikapki segala kejadian dengan bijaksana. Selain bersabar atas segala kejadian yang ditimpakan Tuhan, juga tetap menempatkan diri sebagai pribadi yang tetap berperasangka baik atas segala peristiwa dari-Nya. Hal ini sangat penting bagi diri seorang muslim karena berperasangka baik merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pribadi orang Islam yang senantiasa menyebarkan kedamaian dan keselamatan bagi sebanyak-banyaknya orang.
Sikap yang diajarkan Islam dalam menghadapi segala peristiwa adalah tetap menjaga kebersihan hati untuk tidak berburuk sangka atas segala ketetapan Allah. Sehingga apapun keputusan Tuhan selalu dihadapi dengan sikap bijak. Salah satunya adalah menjaga lisan untuk tidak saling menyalahkan dan mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Kemudian, menjaga tangan untuk tidak asal mengetik dan menumpahkan ide-ide tidak beretika di media sosial dengan menghujat pihak-pihak tertentu. Sebalikya, tetap memanjatkan doa agar tragedi ini tidak terulang dan semua keluarga korban diberikan ketabahan dan ketawakalan. Selain itu, memberikan dukungan positif kepada pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pertahanan dalam rangka menjaga kewibaan bangsa dan negara Indonesia.
Akhirnya, seperti agungnya nama Nanggala yang merupakan senjata Baladewa, tokoh pewayangan yang berhati jujur dan berjiwa ksatria, semua pihaknya hendaknya menjaga kewibawaan nama tersebut dengan tetap meneruskan semangat perjuangannya dalam menjaga keutuhan negara tercinta ini. Sehingga kisah gugurnya para prajurit kebangaan bangsa ini tetap abadi dan akan terus dibaca oleh anak bangsa, serta menjadi spirit generasi sesudahnya.***
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.