Oleh : Dadang A. Sapardan
(Kabid Pend. SMP Disdik Kab. Bandung Barat)
Saat ini kita tengah disibukkan dengan berbagai upaya untuk mengantisipasi pandemi Covid-19. Semua elemen kehidupan mencurahkan perhatian dan energinya guna melakukan penekanan penyebaran Covid-19 di masyarakat. Berbagai strategi antisipasi diterapkan oleh pemerintah, mulai dari mewajibkan setiap orang untuk melakukan physical distancing (jaga jarak atau jaga jarak aman dan disiplin dalam melaksanakannnya) sampai dengan penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pada daerah tertentu. Kedua upaya yang dilakukan pemerintah merupakan langkah untuk melakukan penekanan penyebaran Covid-19 yang sudah semakin massif dan merambah pada seluruh provinsi di Indonesia.
Fenomena pencegahan penyebaran Covid-19 ini menyentuh pula pada ranah kebijakan pendidikan. Seluruh satuan pendidikan di Indonesia diinstruksikan untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah. Seluruh siswa dan guru tidak diperkenankan lagi melaksanakan pembelajaran di dalam kelas, seperti yang biasa dilakukan dalam kondisi normal. Alhasil, semua satuan pendidikan harus merumahkan seluruh siswanya, demikian pula dengan para gurunya yang biasa memfasilitasi pembelajaran sehari-hari di kelas.
Situasi demikian, memaksa setiap satuan pendidikan untuk mencari formulasi yang tepat guna menerapkan strategi pembelajaran jarak jauh. Hal itu harus dilakukan karena semua siswa diwajibkan untuk tinggal di rumah bersama dengan orang tuanya masing-masing. Sedangkan di lain pihak, pergerakan guru pun dibatasi bahkan jika tidak memiliki hal yang sangat urgen tidak diperkenankan datang ke sekolah. Strategi yang dilakukan oleh sekolah untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh adalah melalui pembelajaran dalam jaringan (daring), bila pembelajaran daring tidak dimungkinkan terlaksanakan, sekolah dapat mengambil alternatif terakhir yaitu menerapkan pembelajara luring dengan menunjuk kurir atau penghubung guna menyampaikan materi pembelajaran dari setiap guru kepada para siswanya. Langkah pembelajaran luring ini dapat dilakukan oleh sekolah dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan penyebaran Covid-19. Kedua strategi inilah yang bisa dilakukan oleh sekolah saat seluruh ekosistem pendidikan diarahkan untuk melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah.
Fenomena pembelajaran dari rumah tersebut tidak ayal, pada awalnya melahirkan keluh kesah dari beberapa orang tua siswa yang selama ini begitu nyaman dengan status quo, suasana pembelajaran langsung dilaksanakan oleh para guru terhadap anak-anaknya masing-masing. Keluhan dari beberapa orang tua dimungkinkan terjadi karena mereka harus secara sontak menghadapi situasi baru yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Mereka harus menggantikan sebagian peran dari para guru untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pembelajaran dari anak-anaknya. Mereka harus memosisikan sebagai guru yang melakukan pengawasan serta pemantauan dalam proses pembelajaran.
Pengambil-alihan tugas guru oleh orang tua guna melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya dalam melaksanakan pembelajaran membuka mata berbagai pihak tentang beban tanggung jawab keberlangsungan pendidikan. Selama ini, hampir sebagian orang tua memaknai bahwa keberlangsungan pendidikan merupakan tanggung jawab sekolah yang direpresentasikan oleh para guru dari anak-anaknya.
Pendidikan Tanggung Jawab Siapa?
Mengacu pada regulasi yang berlaku, pendidikan dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, serta bangsa dan negara.
Menelaah lebih dalam terhadap pemaknaan pendidikan berdasarkan regulasi tersebut sangatlah berat beban yang harus ditanggung oleh sekolah semata ketika upaya untuk mewujudkan performa siswa harus mencapai seperti yang diamanatkan di atas. Selama ini, sekolah seakan menjadi penangung jawab mutlak, pemilik otonomi untuk melahirkan keberlangsungan pendidikan dari para siswanya. Sekolah seakan berperan sangat dominan untuk menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan pendidikannya.
Sejalan dengan keberlangsungan pandemi Covid-19 yang mengharuskan unsur ekosistem pendidikan melaksanakan pembelajaran dari rumah, telah membuka mata berbagai pihak guna melakukan eksplorasi dan penelaaahan kembali terhadap berbagai regulasi tentang tanggung jawab keberlangsungan pendidikan.
Dalam ranah pendidikan dikenal dengan istilah tripusat pendidikan. Secara singkat dan sederhana, tripusat pendidikan dimaknai sebagai para pelaku ekosistem pendidikan yang terlibat untuk keberlangsungan pendidikan. Ekosistem pendidikan yang termasuk pada tripusat pendidikan adalah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian, peran serta dan sinergitas ketiga unsur tripusat pendidikan dalam menunjang keberhasilan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak bisa dinihilkan.
Dalam konteks tripusat pendidikan, sekolah di bawah kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran yang sangat sentral dan strategis, karena kebijakan sekolah dapat menentukan optimalisasi peran kedua unsur dalam tripusat pendidikan. Dalam penetapan kebijakan ini, sekolah harus melakukan dan membuat political will guna mengajak seluruh unsur dalam tripusat pendidikan agar bisa bersama-sama memberi perhatian ekstra terhadap laju berkembangnya pendidikan pada sekolah yang menjadi tanggung jawabnya.
Peran sekolah terkait dengan pelibatan tripusat pendidikan ini minimal mengarah pada tiga upaya yang dapat dilakukannnya. Pertama, membuka jalur komunikasi dengan orang tua siswa dan masyarakat. Kedua, membangun relasi dengan masyarakat. Ketiga, melakukan pemberdayaan warga sekolah.
Langkah yang dapat dilakukan sekolah dalam membuka jalur komunikasi dengan orang tua siswa dan masyarakat di antaranya membangun komunikasi intensif di antara unsur tripusat pendidikan. Komunikasi dapat dilakukan melalui beberapa kanal informasi yang dimungkinkan dapat dilakukan oleh seluruh unsur tripusat pendidikan, baik dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Komunikasi dilakukan tidak terbatas pada satu atau dua unsur yang menjadi ekosistem pendidikan, tetapi bisa lebih luas lagi, sehingga merambah pada alumni sekolah, dunia industri, komunitas masyarakat, dan berbagai komponen masyarakat lainnya yang dimungkinkan dapat berkontribusi pada laju berkembangnya pendidikan pada sekolah.
Upaya membangun relasi dengan masyarakat dapat dilakukan sekolah dengan mengomunikasikan program sekolah kepada orang tua dan masyarakat. Bahkan, berbagai program yang dikomunikasikan tersebut tidak menutup kemungkinan untuk mendapat penyempurnaan dari unsur tripusat pendidikan lainnya. Dengan demikian, lahir upaya sekolah untuk mengajak seluruh unsur tripusat pendidikan guna berpartisipasi aktif dalam menyusun konsep pemajuan pendidikan pada sekolah.
Strategi pemberdayaan warga sekolah di antaranya dilakukan dengan upaya penguatan kompetensi setiap guru dan tenaga kependidikan sehingga dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Berbagai langkah yang dapat dilakukan adalah memberi keloanggaran kepada para guru dan tenaga kependidikan untuk mengikuti berbagai forum penguatan kompetensi yang diselenggarakan oleh unsur dinas atau unsur lainnya yang kapabel. Langkah ini dimungkinkan untuk dilakukan sehingga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas siswa yang menjadi representasi peningkatan pengelolaan pendidikan pada sekolah dimaksud.
Penutup
Dari paparan di atas, jelas sekali bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tidak dapat ditanggung oleh sekolah itu sendiri, tetapi harus dibangun dalam nuansa kebersamaan di antara tripusat pendidikan. Karena itu, langkah yang harus dilakukan adalah mendorong sekolah untuk membuka kran komunikasi intensif dengan orang tua siswa dan masyarakat sebagai bagian dari tripusat pendidikan. Dengan pembukaan kran komunikasi ini dimungkinkan sekolah akan mendapat input tentang berbagai kebijakan dan program pendidikan yang akan diterapkan.
Moment pandemi Covid-19 yang mengharuskan seluruh ekosistem pendidikan melakukan pembelajaran dari rumah dimungkinkan bisa menjadi pembuka jalan lahirnya intensitas komunikasi antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Karena itu, intensitas komunikasi yang telah terbangun antara guru dengan orang tua selama pelaksanaan pembelajaran dari rumah perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan dalam skala yang lebih luas lagi. Hal tersebut harus dilakukan dalam upaya membangun kebersamaan guna mendorong peningkatan kualitas sekolah dalam memberikan pelayanan pendidikan.*** DasARSS.
Siap