[responsivevoice voice=”Indonesian Female” buttontext=”bacakan”]Dadang A. Sapardan
(Kabid Pendidikan SMP Disdik Kabupaten Bandung Barat)
Seiring dengan perjalanan waktu, pranata kehidupan masyarakat selalu mengalami perubahan ke arah kemajuan. Perubahan dalam kehidupan merupakan fenomena yang tidak dapat disangkal dan dihindari, tetapi harus direspons dengan penyikapan bijak, di antaranya dengan mengikuti pada dinamika perubahan tersebut. Pada kenyataan perubahan kehidupan bisa terjadi secara lambat, tetapi bisa juga berlangsung begitu cepat.
Perubahan tidak melanda pada satu atau dua domain kehidupan semata, tetapi hampir bersifat menyeluruh pada setiap domain kehidupan. Perubahan tersebut menyentuh pula pada ranah tatanan budaya kehidupan masyarakat, sehingga secara perlahan tapi pasti perubahan akan terjadi dalam kehidupan mereka.
Sampai saat ini, sedikitnya terdapat empat titik tolak yang menjadi pemicu perubahan dalam kehidupan di muka bumi ini. Keempatnya merupakan titik radikal yang serta merta mengubah budaya kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut berangkat dari fenomena kehidupan industry. Keempat perubahan yang berdampak pada perubahan budaya kehidupan masyarakat tersebut adalah revolusi industri 1.0 (mekanik), revolusi industri 2.0 (listrik), revolusi industri 3.0 (computer/internet of human), serta revolusi industri 4.0 (computer/internet of things).
Saat ini kehidupan manusia sudah berada pada era revolusi industri 4.0 dengan diwarnai pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi yang mampu memobilisasikan entitas pengetahuan secara cepat, murah, dan masiv. Era ini melahirkan fenomena disrupsi pada sebagian besar tata kehidupan masyarakat. Pada revolusi industri 4.0 terjadi lompatan besar teknologi dengan adanya symptom pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi secara masiv dan optimal di kalangan masyarakat.
Sejalan dengan masuknya kehidupan pada revolusi industri 4.0, ranah pendidikan pun—mau tidak mau dan siap tidak siap—terkena imbasnya, sehingga para pemangku kepentingan harus dapat menyesuaikan kebijakan yang diterapkannya. Sebagai salah satu domain kehidupan yang harus menyiapkan generasi penerus pada masa depan, pendidikan harus berada pada garis terdepan dan ujung tombak perubahan tersebut. Pendidikan harus merespon secara aktif akan fenomena yang terjadi, termasuk menyikapi perubahan pada era kehidupan ini.
Dalam kebijakan pendidikan, sejak beberapa tahun terakhir ini Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Penerbitan regulasi tersebut disusul dan diperkuat dengan lahirnya regulasi turunan dari Kemendikbud dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2020 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. Salah satu langkah yang harus dilakukan adalah memberi ruang yang luas kepada seluruh siswa untuk mengembangkan potensi melalui kegiatan literasi.
Sebagai bagian integral dari implementasi PPK, kemampuan literasi seluruh warga satuan pendidikan, terutama seluruh siswa harus didorong oleh setiap satuan pendidikan. Dengan demikian, kemampuan literasi pada setiap siswa dapat menjadi pemicu perluasan wawasan pengetahuan. Langkah teknis implementatifnya dikemas dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Melalui GLS inilah siswa didorong untuk melakukan pengayaan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa depan mereka.
Literasi Digital dalam GLS
Kemendikbud harus terus mendorong implementasi kebijakan, sehingga seluruh out put dan out come yang terlahir dari proses pendidikan di negeri ini memiliki kapasitas mumpuni untuk mengimbangi fenomena kehidupan masa depan. Pada setiap satuan pendidikan sebagai ujung tombak berbagai kebijakan pendidikan harus terus terbangun kesadaran bahwa pendidikan merupakan passport bagi seluruh siswanya untuk dapat survive dalam kehidupan mereka di masa depan.
Dalam domain kebijakan pendidikan yang secara teknis harus diimplementasikan oleh setiap satuan pendidikan, terdapat tiga core kebijakan program. Ketiga core program tersebut yaitu implementasi penguatan pendidikan karakter, gerakan literasi sekolah, dan penyiapan kompetensi pemecahan masalah kompleks. Ketiganya merupakan langkah kebijakan strategis untuk menyiapkan setiap siswa agar memiliki kompetensi abad 21. Melalui formulasi kebijakan tersebutlah seluruh siswa yang saat ini sedang menggali ilmu pada berbagai satuan pendidikan, dimungkinkan untuk dapat mengimbangi persaingan kehidupan masa kini dan masa depan yang diwarnai dengan fenomena maraknya digitalisasi pada hampir semua sektor kehidupan.
Berkenaan dengan kebijakan GLS, terdapat enam literasi dasar yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Keenam literasi tersebut harus diterapkan pada kegiatan kurikuler—intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler—sehingga menjadi kompetensi yang dimiliki setiap siswa.
Berkenaan dengan fenomena pandemi Covid-19, terjadi perubahan yang sangat frontal dalam penerapan pola pembelajaran. Dalam situasi ini, pembelajaran yang diwarnai dengan berkumpulnya siswa dalam satu ruang dan waktu yang sama sangat dilarang dilakukan, sehingga pembelajaran harus dilaksanakan dengan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ). Salah satu moda utama dalam PJJ adalah memanfaatkan perangkat digital dengan moda dalam jaringan (daring).
Dengan moda daring ini, siswa dan guru secara tidak langsung dipaksa untuk dapat menggunakan dan memanfaatkan perangkat digital dalam proses pembelajarannya. Sehingga suasana pembelajaran yang selama beberapa tahun ke belakang ini berlangsung dengan tatap muka secara langsung harus berubah drastis. Siswa bersama guru melaksanakan pembelajaran dari jarak jauh dengan memanfatkan perangkat digital sebagai medianya.
Pemanfaatan perangkat digital saat pademi Covid-19 ini bisa menjadi moment tepat dan strategis bagi siswa untuk memperkuat kepemilikan kompetensi literasi digital. Karena itu, pada waktu mendatang—sekalipun pandemi Covid-19 telah berlalu—pembiasaan siswa untuk memanfaatkan perangkat digital harus terus didorong agar menjadi moda yang mewarnai dalam proses pembelajaran, sehingga mereka dapat menjadi sosok yang mampu mengoptimalisasikan potensinya.
Namun, yang harus dilakukan satuan pendidikan adalah melakukan pengetatan terhadap siswa untuk dapat memanfaatkan perangkat digital dengan benar sehingga menjadi media yang dimanfaatkan untuk hal-hal positif semata, terutama dalam upaya menambah pengetahuan mereka. Upaya ini harus ditekankankan karena perangkat digital yang telah berada pada genggaman siswa bisa berdampak negatif ketika dimanfaatkan oleh mereka untuk kegiatan negatif. Mengingat lagi pada peribahasa lama ‘the man behind the gun’, kesalahan pemanfatan perangkat akan berdampak negatif bagi pengguna serta lingkungan sekitarnya. Kebermanfaatan perangkat digital akan tergantung pada siswa itu sendiri dalam menyikapinya. Karena itu para pemangku kebijakan satuan pendidikan harus bersinergi untuk mendorong siswa agar dapat memanfaatkan perangkat digital dalam upaya implementasi literasi digital. Dalam hal ini harus terbangun kerjasama yang baik antara pihak satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Tugas satuan pendidikan adalah mendorong seluruh siswanya untuk memiliki kompetensi literasi digital. Agar sampai pada langkah tersebut satuan pendidikan harus menetapkan formulasi tepat dalam implementasinya. Dalam penetapan formulasi tersebut sosok kepala satuan pendidikan, guru, tenaga kependidikan, komite, orang tua siswa, serta stakeholder satuan pendidikan lainnya harus berperan aktif dalam mendukung keberlangsungannya. Melalui dukungan optimal dari berbagai pihak, kebijakan yang diterapkannya dalam implementasi literasi digital, benar-benar mengarah pada upaya untuk menyiapkan seluruh siswa agar mampu survive dalam kehidupan masa depannya.
Untuk mendorong kepemiliki kompetensi literasi digital tersebut, terdapat minimal tiga alternatif langkah dalam pembelajaran yang dilakukan setiap satuan pendidikan. Ketiga alternatif tersebut, yaitu: pembelajaran daring dengan tatap muka virtual, daring dengan tanpa tatap muka virtual, serta daring dalam kelas maya dengan learning management system (LMS).
Daring dengan tatap muka dapat dilakukan melalu pembelajaran yang menggunakan berbagai aplokasi video conference. Daring tanpa tatap muka dapat dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi semisal Google Classroom. sedangkan learning management system (LMS) merupakan aplikasi perangkat lunak untuk kegiatan dalam jaringan, program pembelajaran elektronik (e-learning program) dan pelatihan. LMS memberi fasilitas menggunakan layanan self service dan self guided; mengumpulkan dan menyampaikan konten pembelajaran dengan cepat; mengkonsolidasikan inisiatif pelatihan pada platform berbasis “web scalable”; mendukung portabilitas dan standar; personalisasi isi dan memungkinkan penggunaan kembali pengetahuan.
Karena itu, setiap satuan pendidikan memiliki tugas untuk menyiapkan formulasi tepat dalam mendorong setiap setiap siswanya agar memiliki kompetensi literasi digital—salah satu kompetensi yang dipersyaratkan untuk dimiliki setiap orang dalam menghadapi kehidupan masa depan. Barangkali, moment pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini harus dijadikan pintu masuk untuk mendorong keberlangsungannya.
Simpulan
Perubahan kehidupan harus disikapi oleh para pemangku kepentingan dengan berbagai kebijakan yang aware terhadap perubahan tersebut. Kehidupan saat ini sudah masuk pada era revolusi industri 4.0 (computer/internet of things). Kehidupan era ini diwarnai dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi yang mampu memobilisasikan entitas pengetahuan secara cepat, murah, dan masiv sehingga melahirkan fenomena disrupsi pada sebagian besar tata kehidupan masyarakat.
Sebagai institusi yang menyiapkan generasi masa depan, satuan pendidikan harus berada pada garis terdepan untuk merespons perubahan tersebut. Respon yang dilakukan adalah menerapkan berbagai kebijakan pendidikan yang dilakukannya, sehingga aware terhadap fenomena yang terjadi saat ini dan masa depan.
Dalam menyikapi perubahan tersebut, beberapa tahun terakhir ini Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang di dalamnya mengamanatkan pemberian ruang yang luas kepada seluruh siswa untuk mengembangkan potensinya melalui kegiatan literasi. Salah satu kemampuan literasi yang harus dimiliki siswa di antaranya kompetensi literasi digital.
Dengan demikian, setiap satuan pendidikan memiliki memiliki kewajiban untuk menyiapkan formulasi tepat dalam mendorong setiap setiap siswanya agar memiliki kompetensi literasi digital. Fenomena yang terjadi saat ini dengan merebaknya pandemi Covid-19 yang mengharuskan satuan pendidikan untuk menerapkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, harus dijadikan pintu masuk untuk mendorong keberlangsungan implementasi literasi digital pada seluruh siswa. ****DasARSS.[/responsivevoice]
Mantap! Pintu masuk literasi digital. Tinggal formulasi mana yang tepat, yang mendorong ruang gerak siswa yg lebih luas.
Kerenn!!!
Sebagai pendidik, guru, dosen dan mungkin para orang tua dituntut untuk selalu mengikuti era digital , dan selalu terus belajar dan menjadi pembelajar yang mumpuni agar dapat menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran melalui daring dengan baik dan kondusif, sehingga pembelajaran tersebut dapat terlaksana dengan baik dan menyenangkan.
Penguatan literasi digital mendapatkan peluang jika dimanfaatkan secara optimal. Semangat untuk memajukan program GLS di KBB.
Mantaplah pa Kabid