Oleh: Lia Mulyati, SE, M.Pd
(SMPN 4 Ngamprah Kab. Bandung Barat)
SMPN 4 Ngamprah berada di Kecamatan Ngamprah merupakan salah satu kecamatan berkembang dalam lingkup Kabupaten Bandung Barat. Dengan luas 3608.08 Ha, Kecamatan ini menjadi pusat dari kegiatan pemerintahan Kabupaten Bandung Barat dan sebagai wilayah konservasi alam, sebagian wilayahnya didominasi area pertanian dan perkebunan, sehingga menjadi potensi agrikultur yang perlu dikembangkan.
Potensi adalah segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, sedangkan agrikultur adalah proses memproduksi makanan, panganan, serta dan hasil kebutuhan lain di sektor pertanian. Bila dilihat dari definisinya, materi potensi agrikulutur ini perlu diberikan kepada peserta didik agar peserta didik tidak asing dengan daerahnya sendiri dan memanfaatkan potensi yang dimiliki daerahnya.
Dalam mengenal potensi daerahnya, seorang peserta didik perlu memiliki kompetensi. Istilah kompetensi itu sendiri dipahami sebagai kemampuan. Kemampuan itu bisa diartikan sebagai kemampuan yang tampak dan kemampuan yang tidak tampak. Kemampuan yang tampak biasa kita sebut performance (penampilan). Performance tampil dalam bentuk tingkah laku yang diperlihatkan sehingga dapat diamati, dilihat dan dirasakan. Adapun kemampuan yang tidak tampak disebut kemampuan rasional, kemampuan ini akan berkembang jika kemampuan rasionalnya meningkat meliputi kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan luas akan menampilkan performance yang lebih baik.
Kompetensi mengenal potensi daerah seorang peserta didik salah satunya didapatkan dari mata pelajaran IPS, sebagai mata pelajaran integrative science, yang berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial.
Dalam Surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemdikbudristek Nomor: 008/H/2022 tentang Capaian Pembelajaran pada PAUD jenjang Pendidikan Dasar, dan jenjang Pendidikan Mennegah pada Kurikulum Merdeka. Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SMP/MTs Fase D, menyatakan bahwa pada akhir fase ini, peserta didik mampu memahami dan memiliki kesadaran akan keberadaan diri serta mampu berinteraksi dengan lingkungan terdekatnya. Mereka mampu menganalisis hubungan antara kondisi geografis daerah dengan karakteristik masyarakat dan memahami potensi sumber daya alam serta kaitannya dengan mitigasi kebencanaan.
Dalam Capaian Pembelajaran IPS potensi lokal merupakan wahana belajar IPS yang dapat diangkat sebagai sumber belajar dan hasil penggalian tersebut diorganisasikan dalam bentuk bahan ajar yang dikemas dalam bentuk media pembelajaran, sehingga dibutuhkan guru yang kreatif mengembangkan rancangan dan perangkat pembelajaran yang integratif dan mengakomodasi keunggulan wilayahnya agar peserta didik tidak tercerabut dari budaya dan lingkungan sekitarnya.
Namun demikian, ternyata mengidentifikasi dan menyusun bahan ajar dari sumber belajar yang berasal dari kondisi/potensi lingkungan lokal bukan perkara yang mudah, diperlukan upaya untuk membantu guru menganalisis potensi dan keunggulan daerah serta membantu mengemasnya menjadi bahan pembelajaran yang operasional.
Berdasarkan hal tersebut, penulis berupaya untuk mengimplementasikan pembelajaran ini sebagai wujud pemenuhan kebutuhan peserta didik akan pentingnya pembelajaran potensi agrikuktur di lingkungan peserta didik berada untuk memahami akan keunggulan daerahnya dan mengembangkannya menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Hal tersebut sesuai dengan arahan Mendikbudristek bahwa pembelajaran harus dilakukan dengan prinsip keberpihakan kepada peserta didik (diferensiasi) yang merupakan praktik pembelajaran dengan menyesuaikan kurikulum, strategi mengajar, strategi penilaian, dan lingkungan kelas dengan kebutuhan semua peserta didik.
Tomlinson dan Imbeau (2010) mengemukakan bahwa peserta didik pada usia yang sama memiliki perberbedaan dalam kesiapan mereka untuk belajar, minat mereka, cara mereka belajar, pengalaman dan kehidupan mereka kondisi. Perbedaan di antara mereka cukup signifikan untuk sangat mempengaruhi apa mereka perlu belajar. Peserta didik juga akan belajar lebih baik ketika mereka dapat membuat hubungan antara kurikulum dan minat serta pengalaman hidup mereka, dan akhirnya proses pendidikan bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan setiap peserta didik.
Prinsip utama dari pembelajaran diferensiasi adalah pemberitahuan oleh guru kepada peserta didik tentang apa yang diperlukan bagi mereka untuk belajar tentang suatu mata pelajaran untuk menghubungkan kurikulum dan pengajaran dengan penilaian. Di kelas yang berbeda, evaluasi sedang berlangsung dan berfungsi untuk umpan balik pengajaran. Guru juga menerima perbedaan antara peserta didik dan menanggapi dengan harapan bahwa mereka akan memahami apa yang dapat mereka lakukan (Chamberlin & Powers, 2010).
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah (Arends, 2007). Masalah yang diajukan guru dalam PBL adalah masalah yang berkaitan dengan dunia nyata dan menarik agar peserta didik dilatih untuk memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran kreatif (Bilgin et al, 2009).
Menerapkan pembelajaran diferensiasi berbasis masalah memang tidak mudah untuk dilakukan. Karena inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah penggunaan ‘masalah’ dalam proses pembelajaran. Harapan penulis dengan pembelajaran ini diharapkan peserta didik dapat berpikir kreatif sehingga mampu memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
Proses Pembelajaran
Sebelum melaksanakan pembelajaran penulis menyusun perencanaan pembelajaran dengan menganalisis capaian pembelajaran, adapun kegiatan pembelajarannya sebagai berikut.
Pada pendahuluan, guru membuka pembelajaran, menyapa peserta didik dengan gembira, dan mencek kehadiran peserta didik. Kemudian, guru mengajak peserta didik berdoa dengan keyakinan masing-masing, memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Selanjutnya, di kegiatan inti, guru membagi peserta didik berdasarkan kelompok visual, auditif, dan kinestetik menjadi enam kelompok. Tiap profil belajar dibagi menjadi dua atau tiga kelompok sesuai dengan minatnya pula. Pembagian kelompok didasarkan pada asesmen diagnosis yang dilakukan di awal masuk tahun ajaran baru.
Kemudian, guru memberikan stimulus berupa gambar, suara dan video tentang permasalahan potensi agrikulutur di kecamatan Ngamprah. Lalu, kelompok visual diminta mengamati gambar, dan menuliskan hasil pengamatannya. Kelompok auditif diminta untuk menyimak rekaman wawancara dengan pelaku agrikulutur dan menyampaikan secara lisan hasil menyimak dari rekaman tersebut. Sedangkan kelompok kinestetis diminta untuk menyampaikan hasil pengamatannya melalui rekaman video yang ekspresif dan aktraktif.
Berikutnya, guru memberikan kesempatan melengkapi data dengan mengumpulkan data dari hasil wawancara ke pelaku agrikultur dan berbagai referensi. Setelah itu, guru memberikan kesempatan kepada perwakilan tiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya.
Selanjutnya, guru memberi apresiasi atas seluruh jawaban peserta didik. Dan akhirnya, guru membuat kesimpulan, dengan ketentuan, yakni kelompok visual diminta untuk menuliskan kesimpulan, san kelompok auditif menyampaikan secara lisan kesimpulan dari hasil bacanya, serta kelompok kinestetik diminta untuk mempresentasikan.
Sementara di bagian penutup, guru meminta beberapa peserta didik untuk membuat kesimpulan tentang pembelajaran, dan meminta beberapa peserta didik memberikan tanggapan tentang perasaannya selama belajar.
Penilaian dalam pembelajaran ini dilakukan saat proses pembelajaran bersama oleh peserta didik. Dan disesuaikan dengan kondisi, minat dan kebutuhan peserta didik.
Simpulan
Hasil pembelajaran yang telah dilakukan menunjukan bahwa proses pembelajaran potensi daerah berlangsung aktif. Peserta didik menjadi lebih aktif mempelajari potensi lokal yang dimiliki lingkungannya sendiri.
Penerapan pembelajaran diferensiasi dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi peserta didik untuk bertanya dan menanggapi topik yang dibahas dalam pembelajaran.
Bila dilihat dari prosedurnya, kegiatan pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan kreatif. Peserta didik mempunyai ide dan melakukan mengembangkan ide tentang potensi daerahnya yang dapat diimplementasikan dalam aksi atau kegiatan peserta didik, baik dengan menyajikan teks tulis dan gambar atau aksi nyata mendorong peserta didik untuk memiliki kesadaran akan menggali kebermanfaatan yang dimiliki potensi daerahnya.
Keterampilan guru dalam merancang pembelajaran diferensiasi juga sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan berpikir kritis dan kreatif.
Akhirnya, penulis berharap guru tidak hanya mengajar dengan mengacu pada buku peserta didik dan buku guru yang telah disediakan, tetapi berani melakukan inovasi dan kreatifitas pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan kebutuhan peserta didik, latar belakang dan situasi dan kondisi lingkungan tempat tinggal peserta didik sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna.***
Profil Penulis
Lia Mulyati, SE. M.Pd seorang pendidik di SMPN 4 Ngamprah Desa Pakuhaji Kec. Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun