[responsivevoice voice=”Indonesian Female” buttontext=”bacakan”]Oleh : Dadang A. Sapardan
(Kabid Pendidikan SMP Disdik Kabupaten Bandung Barat)
Saat ini kita tengah masuk pada bulan Ramadhan tahun 1441 Hijriah, sebuah bulan yang dimaknai sebagai bulan penuh rahmat dan magfiroh Allah SWT. Bulan yang diwarnai dengan kewajiban bagi setiap umat muslim untuk melaksanakan salah satu dari rukun Islam, yaitu puasa (shiyam) selama sebulan penuh.
Banyak sekali pemaknaan pelaksanaan puasa Ramadhan yang disampaikan berbagai pihak yang kompeten berdasarkan sudut pandang yang dipahami. Namun, dalam hal ini puasa sebulan penuh selama bulan Ramadhan dimaknai dengan sederhana sebagai upaya dari setiap muslim yang menjalankannya untuk menahan makan dan minum serta berhubungan suami-istri dari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Sebenarnya, secara hakiki puasa dimaknai sebagai upaya setiap muslim sebagai refleksi ketaatannya dengan cara menahan dari segala hawa nafsu yang berkecamuk dalam setiap dirinya.
Fenomena bulan Ramadhan yang tengah dihadapi berbeda dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Saat ini, Ramadhan diwarnai dengan fenomena pandemi Covid-19. Maraknya pandemi Covid-19 yang terjadi sejak bulan Januari hingga memasuki bulan Ramadhan ini melahirkan berbagai pembatasan aktivitas pada pada berbagai ranah kehidupan masyarakat. Pembatasan mengarah pula dengan terhadap berbagai aktivitas ritual keagamaan dari setiap penganutnya.
Bulan Ramadhan yang diwarnai dengan maraknya pandemi Covid-19 ini mengubah pula pola implementasi pendidikan pada seluruh satuan pendidikan. Semua satuan pendidikan sejak PAUD sampai dengan perguruan tinggi, mau tidak mau harus melanjutkan program pembelajaran dengan tatap muka langsung yang selama beberapa bulan terakhir dengan pola belajar jarak jauh. Pada bulan Ramadhan ini, seluruh satuan pendidikan harus tetap mengimplementasikan pola pembelajaran jarak jauh, baik menggunakan moda daring (dalam jaringan), maupun luring (luar jaringan).
Pembelajaran yang sebelum maraknya pandemi Covid-19 ini didominasi dengan komunikasi langsung dan persinggungan di antara ekosistem pendidikan, menjadi sebuah situasi yang dilarang untuk dilaksanakan. Satuan pendidikan yang selama beberapa tahun ke belakang selalu riuh dengan hiruk-pikuk dari seluruh unsur ekosistem pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran, telah menguap dan hilang begitu saja. Satuan pendidikan menjadi begitu senyap dengan canda tawa dan senda gurau dari setiap peserta didik, pendidik, dan ekosistem pendidikan lainnya. Padahal, pada hari-hari normal biasanya keriuhan mewarnai dinamika kehidupan setiap satuan pendidikan.
Bahkan, bulan Ramadhan yang biasa diwarnai dengan keberadaan peserta didik dengan nuansa Islami karena mereka mengikuti berbagai kegiatan keagamaan, semacam santri klilat, pesentren kilat, atau nama sejenis lainnya. Kegiatan semacam itu telah telah menguap dan hilang gaungnya. Aktivitas peserta didik sudah tergantikan dengan kesuntukan memandang komputer atau android yang menjadi media pembelajaran melalui moda daring. Kalau tidak, mereka suntuk dengan bahan bacaan dan tugas yang diberikan guru masing-masing melalui moda luring.
Penguatan Karakter Siswa saat Ramadhan
Tugas guru saat memasuki bulan Ramadhan tetaplah tidak bisa dikesampingkan sekalipun terjadi perubahan radikal dalam pola pembalajaran di seluruh sekolah. Bulan Ramadhan harus tetap diisi dengan upaya membelajarkan seluruh siswa melalui pembelajaran jarak jauh, baik dengan moda daring ataupun luring. Bulan Ramadhan dalam suasana pandemi Covid-19 harus tetap diisi oleh semangat untuk tetap menstimulasi siswa agar melaksanakan pembelajaran, sehingga tidak ada waktu kosong dari pembelajaran sekalipun dalam suasana puasa bulan Ramadhan.
Dalam wilayah kebijakan pendidikan, seluruh sekolah didorong untuk mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter, gerakan literasi, dan penyiapan kompetensi pemecahan masalah rumit/kompleks. Ketiga kebijakan tersebut merupakan upaya untuk menyiapkan kepemilikan kompetensi abad 21 dari seluruh siswa. Dari ketiga kebijakan tersebut langkah yang dapat dilakukan dalam suasana bulan Ramadhan ini adalah mendorong keberlangsungan pendidikan karakter pada seluruh siswa.
Penguatan pendidikan karakter dimaknai sebagai tanggung jawab sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Implementasi penguatan karakter mengarah pada lima nilai utama, yaitu: religioitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas dalam setiap aspek kehidupan.
Penguatan karakter siswa akan dapat terlaksanakan dengan baik ketika pada ketiga ekosistem pendidikan yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat yang biasa disebut tripusat pendidikan tersebut terbagun sinergitas gerak dan langkah dalam mengimplementasikannya. Langkah pelibatan tripusat pendidikan di antaranya melalui keterbangunan komunikasi, peningkatan partisipasi, serta pemberdayaan di antara tripusat pendidikan tersebut.
Dari paparan di atas, jelas sekali perlunya dibangun kerja sama yang baik antara satuan pendidikan dengan keluarga dan masyarakat sehingga penguatan karakter siswa akan dapat terlaksanakan dengan baik. Barangkali, moment bulan Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 inilah yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh sekolah untuk membangun sinergitas dengan para orang tua siswa dalam mengimplementasikan penguatan karakter.
Implementasi penguatan karakter ini bisa disinergiskan dengan program siswa dalam mengisi bulan Ramadhan yang biasanya diisi dengan program santri kilat, pesentren kilat, atau nama sejenis lainnya. Kegiatan dalam mengisi ibadah puasa pada bulan Ramadhan mengarah pada pembentukan nilai religiositas. Pada suasana demikian, siswa dapat diminta untuk memperbanyak melakukan amalan baik dalam mengisi puasa pada bulan Ramadhan. Sekalipun demikian, upaya penguatan karakter dalam nuansa bulan Ramadhan ini tidak dapat berjalan dengan sendirinya, tetapi harus mendapat dukungan dari seluruh orang tua siswa karena saat pola pembelajaran jarak jauh ini kontrol ketat hanya bisa dilakukan dengan mudah oleh setiap orang tua terhadap anaknya masing-masing.
Dalam suasan ini, sesuai dengan tugas utamanya, guru harus menjadi penyuplai materi penguatan karakter yang dapat dilaksanakan oleh siswa dan orang tua mereka harus menjadi pengawas dan pengontrol keberlangsungan penugasan oleh guru dari anak-anak mereka.
Simpulan
Dari paparan yang disampaikan di atas, sangat jelas sekali bahwa keberhasilan program pendidikan pada sekolah tidak dapat ditanggung oleh sekolah itu sendiri, tetapi harus dibangun dalam nuansa kebersamaan di antara tripusat pendidikan. Kenyataan tersebut semakin menjadi-jadi saat ada pembatasan aktivitas di sekolah yang melahirkan pola pembelajaran jarak jauh. Akan halnya dengan fenomena kehidupan yang tengah memasuki bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa sebagai warnanya, sekolah perlu membangun kran komunikasi intensif dengan orang tua siswa. Penguatan intensitas ini patut dilakukan untuk mengimplementasikan dan menyukseskan program sekolah melalui program penguatan karakter siswa dalam memasuki bulan Ramadhan.
Akhirnya, keberhasilan implementasi penguatan karakter pada bulan Ramadhan yang diwarnai dengan pandemi Covid-19 akan terealisasi saat terbangunnya komunikasi intensif antara sekolah dengan seluruh orang tua siswa. Karena itu, marilah kita implementasi penguatan pendidikan karakter siswa di bawah bangunan sinergitas komunikasi antara sekolah dan orang tua siswa.****DasARSS[/responsivevoice]
Mantap…
Keren! PPK, literasi, kemampuan memecahkan masalah kompleks, konkretnya perlu ada sinergitas tripusat pendidikan. Mantap! Htr nuhun Pak!
Sayangnya…pembelajaran daring hanya bisa diikuti oleh sebagian besar siswa,
sebagian lg terkendala oleh sulitnya mendapatkan sinyal, karena letak geografis.
Sebagian lg tidak memiliki hp android dan ada jg yg tdk memiliki kuota yg cukup