Oleh: H. Rustandi, M.Pd.
(SMPN 2 Ngamprah)
Memiliki kecerdasan intelektual tidak cukup menjadikan seseorang akan menjadi sukses, karena di saat kita tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka kita tidak dapat melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya ketika sosial emosional baik, maka kita akan dapat mengatur segala macam emosi (sedih, gembira, haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat.
Dengan demikian kesuksesan tidak hanya didapatkan dari pendidikan yang tinggi atau nilai akademik yang tinggi. Namun Kesuksesan bisa didapat dari adanya sosial-emosional yang baik, sehingga seseorang akan mempunyai nilai dan manfaat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
Pengembangan kompetensi murid tentu tidaklah cukup dengan hanya fokus pada aspek kognitif dan keterampilan saja, namun kompetensi sosial dan emosional juga sangat diperlukan. Diperlukan keterampilan dalam berinteraksi antara guru dengan murid yang dapat membangkitkan kompetensi tersebut, sehingga bisa membangun hubungan harmonis keduanya. Oleh karena, itu kompetensi sosial dan emosional memiliki peran sentral dalam keberhasilan akademik dan kehidupan guru dan murid.
Seperti diketahui, Ki Hajar Dewantara mengatakan pendidikan merupakan daya dan upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan anak yang sesuai dengan dunianya. Hal tersebut menegaskan pembelajaran sosial dan emosional yang berbasis kesadaran penuh merupakan upaya untuk menciptakan ekosistem sekolah yang mendorong bertumbuhnya budi pekerti, selain intelektual tentunya.
Melalui pembelajaran sosial dan emosional ini, murid diajak untuk menyadari, melihat, mendengarkan, merasakan, mengalami sejumlah pengalaman yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif yang bisa menjadi jembatan suksesnya murid di masa yang akan datang.
Dalam mewujudkan kesuksesan tersebut, membangun emosi anak sangatlah penting sekali dilakukan. Untuk itu sebagai seorang calon guru penggerak, peran ini dapat dilakukan melalui penciptaan well-being pada ekosistem pendidikan di sekolah yang dilakukan secara kolaboratif antara peserta didik, guru dan juga melibatkan orang tua guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/nilai positif peserta didik. Hal ini berarti pula bahwa guru sebagai pendidik mempunyai kewajiban di dalam menciptakan kondisi yang nyaman, aman, sehat dan bahagia bagi anak didiknya.
Menurut Mcgrath & Noble (2011), murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.
Hal tersebut didukung oleh peneliti Daniel Goleman, “kecerdasan intelektual menyumbang 20% kesuksesan hidup manusia, selebihnya sekitar 80% berasal dari kecerdasan emosi dan sosial”. Ini membuktikan bahwa seorang yang sukses tidak hanya memiliki kecerdasan pengetahuan saja, akan tetapi kecerdasan sosial-emosionalnya juga harus baik.
Pembelajaran sosial emosional adalah proses pembelajaran yang dimulai dengan pembentukan kesadaran dan kontrol diri serta kemampuan dalam berkomunikasi. Hal ini penting diberikan kepada anak didik agar mereka mampu bertahan dan sekaligus dapat mengatasi setiap permasalahan sosial emosional yang dialaminya.
Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara latihan berkesadaran penuh (mindfulness). Salah satu latihan diri yang dapat digunakan adalah dengan teknik STOP, yaitu: S: Stop (berhenti sejenak), T: Take a deep break (menarik nafas dalam), O: Observe (Mengamati apa yang terjadi pada tubuh, pikiran dan perasaan). P: Proceed (Lanjutkan).
Dalam menumbuhkan dan mengembangkan pembelajaran sosial emosional tersebut, ada lima kompetensi dasar yang dapat dikembangkan, yaitu: 1. Kesadaran diri; 2. Pengelolaan diri; 3. Kesadaran sosial (Empati); 4. Keterampilan sosial (Resiliensi) dan 5. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Sedangkan ruang lingkup pembelajaran sosial emosional yang dapat diterapkan dalam ekosistem pendidikan di sekolah adalah: 1. Kegiatan Rutin (di luar waktu belajar akademik, misalnya: kegiatan ekskul, perayaan hari besar, kegiatan sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam bersama, membaca bersama, pelatihan, dsb); 2. Terintegrasi dalam mata pelajaran (Diskusi, penugasan kerja kelompok); 3. Protokol (Menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu.
Dampak penerapan KSE (kompetensi sosial emosional) tersebut, tidak hanya pada kesuksesan diri seseorang dalam akademik yang lebih baik, namun juga memberikan pondasi yang kuat bagi seseorang untuk dapat sukses dalam berbagai dimensi kehidupan mereka di luar akademik (CASEL ORG). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sosial emosional dapat dilatih dan ditumbuhkembangkan di luar pembelajaran, terintegrasi dalam pembelajaran dan menjadi budaya atau aturan sekolah sehingga dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan yang sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara.
Melalui latihan kesadaran penuh secara konsisten dapat menumbuhkan kesadaran diri, penghargaan terhadap perbedaan dan empati, pemahaman diri dan orang lain, serta kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Jika melihat hal di atas, maka dapat dikatakan pembelajaran sosial dan emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah, yang memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Keterkaitan antar materi pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul-modul lain yang telah dipelajari sebelumnya bahwa dalam menjalankan nilai dan perannya sebagai guru penggerak, maka seorang guru penggerak haruslah memiliki kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid.
Guru penggerak juga harus menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada pada diri untuk membangun budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dikembangkan hendaknya dapat mendorong pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Hal ini senada dengan filosofi KHD yakni pendidikan itu harus berjalan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman.
Jika pembelajaran sosial emosional dengan pendekatan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi budaya positif di sekolah maka pembelajaran berdifferensiasi akan lebih mudah diterapkan karena peserta didik dapat lebih fokus, semangat, bertanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaannya. Hal ini tentunya akan membahagiakan murid karena pembelajaran yang disajikan sesuai dengan kebutuhan belajar, minat dan profil mereka.
Melalui pembelajaran berdifferensiasi dan pembelajaran sosial emosional juga diharapkan dapat mewujudkan profil pelajar pancasila. Maka dengan demikian terwujudlah insan-insan masa depan yang cerdas, berkarakter, dan mumpuni yang dapat berdiri tegap menghadapi berbagai tantangan jaman, yang pada akhirnya berujung dengan melahirkan berbagai kebijaksanaan yang positif dan menguntungkan semua pihak.
Akhirnya, pembelajaran sosial dan emosional yang merupakan pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah, memungkinkan murid dan guru akan memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Sehingga hal tersebut akan menciptakan kondisi yang harmonis, kondusif dan menjadi salah satu alternatif solutif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpusat pada murid dan memunculkan peran guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi potensi yang dimiliki muridnya. ***
Profil Penulis
Rustandi, lahir 8 Juni 1970 di Cipeundeuy Kabupaten Bandung (Sekarang Kabupaten Bandung Barat). Tinggal di Kp. Cisurupan Kelurahan Citeureup Kota Cimahi. Guru PJOK SMPN 2 Ngamprah Kabupaten Bandung Barat sejak tahun 1998. Email: rustandiarfimna08@gmail.com
Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun