[responsivevoice voice=”Indonesian Female” buttontext=”bacakan”]Oleh N. Mimin Rukmini, M.Pd.
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Cililin)
“Kemampuan akademik yang mumpuni tak akan berhasil mana kala kemampuan kemandirian, kepedulian dan kerja sama tidak dimiliki atau kita abaikan. Kewajiban guru dan orang tualah memberikan motivasi pada anak…”
Bi, kapan masuk sekolah lagi? Aku mah pelajaran teh jadi pada lupa lagi… keluh kesah keponakan sembari menutup buku yang sedang dibacanya. Ilustrasi tersebut, boleh jadi sebagai salah satu keluhan dari sekian ratus bahkan sekian ribu peserta didik yang saat ini memang sudah tiga bulan lebih belajar di rumah akibat dampak pandemi Covid-19. Peserta didik belajar di rumah merupakan upaya mencegah dan memutus mata rantai pandemi virus tersebut.
Kebijakan pencegahan Covid-19 yang telah memasuki masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (BSBB) Masa Transisi. Disebut pula dengan istilah New normal atau pola kehidupan baru normal atau istilah Pak Emil, Gubernur Jabar dengan istilah Adaptasi Kehidupan Baru (AKB). AKB merupakan langkah pemerintah untuk secara bertahap memasuki kehidupan atau adaptasi kehidupan baru. AKB dilakukan mulai dari kembali dibukanya masjid-masjid dalam kegiatan salat bersama dan kegiatan ibadah lainnya. Dibukanya beberapa perusahaan, pusat perdagangan, atau perhotelan dan resto yang mendukung kembali menggeliatnya roda perekonomian bangsa.
Ada pun pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam kancah pendidikan, pemerintah belum memutuskan untuk kembali berlangsungnya pembelajaran di sekolah. Walaupun banyak edaran bahwa tahun pelajaran baru 2020-2021 dimulai pertengahan bulan Juli, namun siswa masih tetap Belajar dari Rumah (BDR) sebagaimana yang sedang berlangsung sekarang.
Terlepas dari peserta didik yang masih berada di tingkat kelas 7 dan 8. Atau kelas 10 dan kelas 11 SMA yang sedang menunggu proses kenaikan kelas, kelulusan peserta didik yang berada di tingkat paling atas terutama peserta didik SMP/MTs dan SMA, SMK, MA, baru saja usai. Makna kata peserta didik lulus, berarti pula peserta didik menyiapkan pendaftaran untuk daftar sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Siswa yang baru lulus menyiapkan diri daftar secara online ke sekolah mana yang mereka pilih. Cara daftar demikian baru kali pertama dilaksanakan dan dilakukan secara masiv dan serempak.
Seperti diketahui bersama bahwa Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan secara online adalah untuk menghindari terjadinya kerumunan masa atau keramaian di antara peserta didik. Artinya pembatasan sosial dan fisik antar peserta didik perlulah dilakukan untuk mencegah penularan virus pandemi tersebut. Oleh karena itu, tidak boleh tidak peserta didik ataupun orang tua peserta didik dituntut untuk bisa melakukan pendaftaran lewat jalur online/daring secara mandiri.
Ketika peserta didik mendaftar secara mandiri, dengan tetap pantauan dan bantuan dari sekolah asal (siswa SMP/MTs) ada beberapa hal karakter atau sikap yang sejatinya ditanamkan pada mereka, yakni sebagai berikut.
Satu, jiwa mandiri. Kemandirian adalah kunci sukses seseorang yang artinya ketidak bergantungan diri pada orang lain. Dalam hal ini, bisa tidak seorang peserta didik menyelesaikan pendaftran atau PPDB-nya secara daring tanpa harus selalu bergantung pada orang tua siswa atau kepada guru. Kita percaya, selama ini peserta didik sangat lihai menggunakan android sehingga diharapkan saat mereka mengisi link pendaftaran online bisa sukses dan berhasil. Walaupun sebenarnya tidak menutup kemungkinan banyak peserta didik yang mengajukan pertanyaan seputar permasalahan pendaftaran. Pertanyaan itu hal yang bagus dan tepat, artinya bahwa mereka mau dan berusaha mengikuti alur pendaftaran secara tepat. Sebaliknya, peserta didik yang segala sesuatu masih diurus oleh orang tua, berarti orang tua selayaknya lebih mengarahkan anak untuk belajar berani melakukan sesuatu secara mandiri.
Dua. jiwa kerja sama. Peserta didik sudah terbiasa dengan memiliki grup whatsApp. Dari grup inilah saat PPDB, peserta didik belajar bekerja sama saling memberi informasi, saling bertanya-jawab apa yang belum mereka ketahui. Wali kelas tinggal memantau bagaimana kerja sama peserta didik untuk saling mendukung dalam menyelesaikan pendaftaran mereka masing-masing, minimal bagi peserta didik yang daftar di satu sekolah yang sama, misalnya saja SMAN/SMK.
Hal terakhir yang seyogyanya ditanamkan adalah jiwa peduli. Di dalam grup whatsApp, peserta didik yang peduli biasanya cepat merespon apa yang menjadi masalah anggota grupnya. Sebaliknya, peserta didik yang tidak peduli terkadang berbalik selalu japri kepada wali kelas atau mungkin karena tidak memiliki keberanian untuk meleburkan diri dengan anggota grup yang lain.
Ketiga hal karakter di atas adalah karakter yang tak dapat ditinggalkan atau diabaikan pada anak atau peserta didik. Kemampuan akademik yang mumpuni tak akan berhasil mana kala kemampuan kemandirian, kepedulian dan kerja sama tidak dimiliki atau kita abaikan. Kewajiban guru dan orang tualah memberikan motivasi pada anak agar memiliki keberanian untuk secara mandiri melakukan pendaftaran sekolah secara online. Bisa!
Catatan,
Artikel ini telah dimuat di Blog Gurusiana dengan judul artikel yang sedikit ada perubahan.
Profil Penulis:
Mimin Rukmini, Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMPN 1 Cililin Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebagai salah satu Tim Newsroom dan Fasda Literasi KBB. Suka menulis artikel dan telah diterbitkan di media massa (cetak dan online) dan telah menerbitkan 9 buku, baik tunggal maupun antologi. Tinggal di Bandung Barat, Jabar.
[/responsivevoice]