SEMUA GURU BISA MENULIS

Artikel : Ema Damayanti

(Guru SMPN 2 Cililin)

Sebagian orang berpendapat menulis itu mudah. Sebagian lain justru berpandangan bahwa menulis itu beban. Pertanyaan  pun muncul. Apakah semua orang bisa menulis? Apakah menulis harus memiliki bakat? Bagaimanakah supaya memiliki motivasi menulis? Pertanyaan tersebut sering muncul juga dari kalangan guru, bahkan beberapa guru merasa dirinya tidak bisa menulis. Dipaksakan pun ide tidak juga muncul.

Menulis bagi seorang guru merupakan sebuah keharusan. Salah satu syarat kenaikan pangkat/golongan pun harus menulis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Karya Ilmiah. Guru sebenarnya terbiasa membaca, terbiasa pula menulis. Jadi, sebenarnya setiap guru bisa menulis.  Skripsi yang pernah ditulis, makalah yang pernah dibuat menjadi salah satu bukti guru bisa menulis. Jika guru merasa tidak bisa menulis, sebenarnya bukan tidak bisa, tapi tidak ada motivasi untuk menulis.

Rasa ketidakmampuan seseorang dalam menulis disebabkan beberapa alasan. Pertama, dibebani oleh pikiran bahwa tulisan harus bagus. Kedua, tidak menemukan keasyikan dalam kegiatan menulis. Menulis merupakan keterampilan yang bisa dipelajari, walaupaun beberapa orang memang memilki bakat dalam menulis. Asma Nadia seorang novelis terkenal mengatakan bahwa menulis itu seperti belajar naik sepeda. Awalnya terasa sulit, jika sudah terbiasa akan terasa mudah. Dengan demikian, menulis bukan semata-mata karena bakat. Orang berbakat menulis tentu memilki keiistimewan. Akan tetapi,  orang berbakat yang tidak mengasah kemampuanya bisa kalah dengan orang yang berupaya dan memilki motivasi kuat dalam menulis.

Jika sudah sepakat bahwa semua orang bisa menulis. Hal lain yang harus dimunculkan adalah motivasi untuk menulis. Hernowo dalam bukunya Quantum Writing menceritakan beberapa hasil penelitian  tentang hubungan menulis dan kesehatan. Hasilnya, ternyata menulis dapat menjadi terapi bagi jiwa, memperbaiki kesehatan mental dan fisik, mengurangi kecemasan dan depresi, serta meningkatkan kekebalan tubuh. Hernowo juga mengutip tulisan Fatima Mernisi, seorang penulis yang mengatakan bahwa menulis setiap bangun pagi bisa menyegarkan kulit dan melenyapkan kantung di bawah mata. Benar atau tidaknya? silakan buktikan sendiri!

Beberapa orang yang mengidap penyakit kronis pun terbukti mampu bertahan dalam sakitnya dengan aktif menulis. Salah satu contoh, Pipit Senja. Pipit menganggap menulis adalah temannya. Di tengan penyakit thalasemia yang diderita selama 30 tahun, beliau mampu menghasilkan lebih dar 70 novel dan cerpen. Tidak berlebihan jika menulis dikatakan sebagai salah satu terapi kesehatan. Saat menulis, pikiran diuraikan dengan tertata, emosi disalurkan dengan baik. Hal tersebut tentu saja akan membuat orang lebih tenang dan bahagia.

Menulis juga bisa jadi obat keterasingan. Banyak orang justru menghasilkan karya besar saat fisik mereka terasing dan dipenjara. Contohnya Bung Karno menghasilkan Buku Indonesia Menggugat, Buya Hamka dengan Tafsir Al  Azhar, dan  Pramoedya Annanta Tour dengan Tetralogi Pulau Burunya. Keterasingan membuat mereka fokus menyalurkan segala buah pikirnya dan menulis merupakan sarana yang paling indah dalam menyalurkan buah pikir dan ungkapan emosi.

Pramoedya Ananta Tour mengatakan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”Ya, kehidupan itu sementara. Pada akhirnya nanti kita akan hilang dari fananya dunia dan hanya sebentar saja berada dalam kenangan orang-orang yang menyayangi kita. Menulis adalah salah satu cara meninggalkan jejak kita di dunia. Ketika kita mati, hanya karya kita yang akan terus hidup. Disinilah kita berharap tulisan kita dapat bermanfaat dan  bisa menjadi amal jariyah yang menemani kita dalam gelapnya alam kubur. 

Menurut orang yang sudah terbiasa menulis, seperti Riska Mutiara, jurnalis Newsroom, mengatakan bahwa menulis  telah membawanya pada “dunia baru” yang tidak terbayangkan sebelumnya.  Mimin Rukmini, Juara OGN Bandung Barat mengatakan jika dia terbiasa mengalihkan penatnya pikiran dan beragam beban kerja dengan menulis. Menulis membuat semua beban menjadi lebih ringan, pikiran kembali rileks.

Bagi sebagian orang lagi menulis bisa menuai banyak rejeki. Ya seperti JK Rowling dengan serial fantasinya yang melegenda, Harry Potter sudah tinggal ongkang-ongkang kaki menikmati royalti hasil jerih payahnya dengan jumlah kekayaan 9,7 triliyun rupiah. Padahal konon katanya  dia menulis saat mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya.

Baiklah, kita mulai menulis dan lupakan dulu tulisan orang lain yg begitu indah dan renyah untuk dibaca. Tidak perlu kita harus seperti mereka, tidak perlu juga kita harus menjadi penulis ternama. Nuni Fitriarosa, jurnalis Newsroom mengatakan bahwa kita harus punya target sendiri bukan menjadi seperti orang lain. Targetnya mampu mengalahkan diri  sendiri, ya mengalahkan rasa malas, mengalahkan beragam pikiran ketakutan.

Bagi yang merasa sulit untuk memulai. Tulislah apa saja yang ada dibenak kita, tak usah berpikir bagus atau tidaknya. Untuk sampai pada tulisan bagus, penulis terkenal sekalipun butuh proses yang panjang. J.K rowwling juga harus ditolak beberapa penerbit terlebih dahuu. Sastrawan Joni Ariadinata, cerpennnya baru dimuat dan memenangkan lomba menulis cerpen di Kompas setelah mengalami penolakan lebih dari 500 judul cerpen.

Profesor Suminto A Sayuti mengatakan, “Saat menulis tempatkan dirimu sebagai pembuat karya, bukan penilai karya. Tugas kita adalah menulis bukan menilai. Jangan nilai tulisan kita sendiri.” Marilah kita mulai menulis. Guru pasti bisa menulis. Menulislah  dengan hati yang  indah dan biarkan penamu menemukan muaranya.