Dadang A. Sapardan
(Kabid Kurikulum & Bahasa, Disdik Kab. Bandung Barat)
Beberapa waktu yang lalu, sempat ngobrol ringan dengan beberapa guru. Dalam obrolan terungkap tentang kesangsian para guru terkait dengan penyiapan soal untuk pelaksanaan ujian sekolah. Timbulnya kesangsian diakibatkan oleh perubahan mendasar terkait pelaksanaannya. Beberapa tahun sebelumnya, pelaksanaan ujian sekolah selalu menyandarkan diri pada kebijakan dari Kemendikbud yang ditindaklanjuti secara teknis dengan kebijakan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota. Kali ini, kebijakan ujian sekolah diserahkan pada sekolah dengan guru sebagai ujung tombaknya. Efek dari penetapan kebijakan ini adalah diperlukannya kepiawaian guru dalam penyusunan soal ujian sekolah.
Ujian merupakan bagian dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sebagai ujung atau hilir proses pembelajaran pada setiap jenjang satuan pendidikan. Setiap jenjang pendidika—SD/MI, SMP/MTs/SMA/MA, adan SMK/MAK—harus menyelenggarakan ujian sekolah menjelang berakhirnya siswa melaksanakan pembelajaran. Ujian merupakan wilayah esensial dalam proses pembelajaran, karena di sana bisa dilihat tentang korelasi antara proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya dengan ketercapaian akan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Lewat pelaksanaan ujian tersebut akan diperoleh kesimpulan berdasarkan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Standar individual yang digunakan untuk menentukan simpulan tersebut mengacu pada standar kompetensi lulusan (SKL) yang secara teknis diimplementasikan oleh setiap guru pengampu mata pelajaran dalam bentuk angka capaian minimal.
Hingga saat ini, dalam kenyataan tidak sedikit bentuk soal yang disusun guru belum memperlihatkan sebuah soal yang benar-benar mengacu pada prosedur penyusunannya. Tampilan soal demikian, tidak menutup kemungkinan melahirkan kerepotan siswa untuk dapat menafsirkan isi soal, sehingga siswa membutuhkan energi ekstra untuk dapat menafsirkannya. Saat menghadapi soal demikian, para siswa tidak saja harus memutar otak untuk dapat menemukan jawabannya, tetapi harus pula memutar otak pula untuk menafsirkan maksud soal yang dihadapinya.
Penulisan soal—apalagi penuliasan soal yang akan disajikan dalam pelaksanaan ujian—merupakan kegiatan yang sangat. Penulisan soal yang baik akan melahirkan performa soal yang benar-benar sahih sebagai alat ukur terhadap capaian standar.
Untuk pelaksanaan ujian sekolah, kecenderungan lebih mengarah pada pilihan pemberian soal dalam bentuk pilihan ganda. Terkait dengan penulisan soal pilihan ganda terdapat beberapa ketentuan yang harus dijadikan landasan oleh setiap pembuatnya.
1. Pokok soal atau stem harus dirumuskan dengan jelas;
2. Alternatif jawaban harus homogen, baik dari segi materi maupun panjang pendeknya;
Setiap soal hanya memiliki satu jawaban benar atau paling benar;
3. Pokok soal jangan menggunakan pernyataan yang bersifat negatif;
4. Alternatif jawaban harus logis dan pengecoh atau distraktor diupayakan mirip dengan jawaban yang benar;
5. Jika alternatif jawaban dalam bentuk angka, harus disusun secara hierarki, dari yang terkecil hingga yang terbesar;
6. Pokok soal dan alternatif jawaban hendaknya merupakan penyataan yang benar-benar diperlukan;
7. Jangan sampai menggunakan alternatif jawaban yang semua jawaban benar atau semua jawaban salah.
8. Pokok soal tidak menggunakan kata yang tidak jelas maknanya, sehingga tafsiran pembaca soal tidak beragam;
9. Soal yang satu tidak bergantung pada soal lainnya, sehingga soal memiliki otonomi masing-masing;
10. Soal jangan memberi petunjuk terhadap jawaban atas soal lainnya;
11. Jumlah alternatif jawaban harus sama;
12. Jawaban yang benar harus tersebar dan letaknya acak, sehingga jawaban tidak sistematis.
Soal dalam bentuk uraian pun menjadi menjadi alternatif yang dipilih, walaupun secara kuantitas, jumlahnya lebih sedikit dari soal bentuk pilihan ganda. Sejalan dengan ketentuan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, penulisan soal bentuk uraian pun memiliki ketentuan pula.
1. Soal harus sesuai dengan indikator yang terungkap di dalam kisi-kisi;
2. Ruang lingkup atau batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus jelas;
3. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan hendaknya menggunakan kata tanya atau perintah;
4. Soal disusun dengan menggunakan kalimat yang komunikatif sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran;
5. Petunjuk pengerjaan soal harus disusun secara jelas;
6. Setelah soal selesai ditulis, penyekoran soal pun harus pula disusun; dan
7. Hal lain yang menyertai soal, seperti tabel, gambar, grafik, dan lain-lain harus dibuat dengan jelas dan dapat terbaca.
Setiap guru yang menulis soal hendaknya memahami pula beberapa kaidah bahasa dalam penyusunannya. Sandaran pada kaidah ini diperlukan agar soal yang dibuat menjadi bentuk soal yang efektif sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahaminya.
1. Pokok soal selalu diawali oleh huruf kapital.
2. Alternatif jawaban diawali dengan huruf kapital, jika pokok soal diakhiri oleh tanda tanya (?) atau tanda seru (!). Selain itu, ketentuan ini pun berlaku jika alternatif jawaban berbentuk kalimat, peribahasa, atau tema suatu bacaan.
3. Huruf kecil selalu digunakan pada awal alternatif jawaban, kecuali dalam ketentuan seperti diungkapkan di atas.
4. Tanda tanya (?) dipakai untuk mengakhiri soal dalam bentuk kalimat tanya.
5. Tanda seru (!) dipakai untuk mengakhiri soal dalam bentuk kalimat perintah.
6. Tanda titik (.) digunakan pada akhir alternatif jawaban, jika alternatif jawaban berbentuk kalimat, alternatif jawaban berbentuk peribahasa, atau pokok soal diakhiri oleh tanda tanya (?) atau tanda seru (!).
7. Tanda titik (.) pada akhir soal dalam bentuk pernyataan berjumlah 4 buah.
8. Tanda titik (.) dalam bagian tengah kalimat yang dilesapkan berjumlah 3 buah.
9. Tulisan italic atau bold digunakan pada nama terbitan, penekanan terhadap kata atau frasa tertentu, penulisan kata kecuali, dan penulisan kata sebab untuk soal hubungan antarhal.
10.Tanda koma (,) digunakan sebelum penulisan kata kecuali pada soal hubungan antarhal.
Dalam penyusunan soal—terutama soal ujian sekolah—para guru yang ditugasi untuk menyusunnya harus benar-benar memperhatikan prosedur penyusunannya. Upaya ini harus dilakukan agar soal yang diberikan sahih dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai alat mengeksplorasi tingkat kompetensi siswa.
Alhasil, semua yang dipaparkan hanyalah sebatas teori, sebab semua berpulang kembali pada para guru sebagai penulis soal dalam pelaksanaan ujian sekolah atau pelaksanaan penilaian lainnya. ****Disdikkbb-DasARSS.
Wuih mantap, pa kabid artikelna sae pisan.
Mun di-posting na minggon- minggon kapengker mah ku abdi dijantenkeun rujukan kanggo guru-guru nu ngadamel soal. Sawios guru” oge panginten tos terang panduan penulisan soal US. Ieu etang- etang ngemutan deui weh. Nuhun sakali deui kana tulisanna anu sae. Mugi janten amal ibadah, aamiin.