Oleh: Dian Savitri, S.Pd.
(Guru Bahasa Inggris SMPN 5 Cipongkor)
“…literasi bukan hanya bertumpu pada kegiatan membaca dan menulis saja, namun lebih kepada kemampuan seseorang untuk dapat mengolah informasi di kehidupan sehari-hari.”
Adalah bukan asing lagi dengan kata literasi. Literasi menjadi bahasan utama di banyak acara diskusi dan seminar. Bahkan pemerintah pun turut menggemakan kata literasi menjadi sebuah gerakan di sekolah yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan minat baca anak. Jadi, benarkah literasi mencakup juga pada kegiatan menulis?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), literasi diartikan sebagai (1) kemampuan menulis dan membaca, (2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu: — komputer, dan (3) kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Sementara pada sumber lain menyebutkan bahwa literasi merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.
Dengan demikian, literasi bukan hanya bertumpu pada kegiatan membaca dan menulis saja, namun lebih kepada kemampuan seseorang untuk dapat mengolah informasi di kehidupan sehari-hari. Selama mengikuti kegiatan gerakan literasi di sekolah, penulis selalu penasaran dengan penerapan literasi di setiap mata pelajaran. Bagi guru bahasa, mungkin literasi dapat dikatakan cukup mudah dilaksanakan. Tapi, bagaimana dengan guru matematika? Bagaimana penerapan literasi ketika belajar mata pelajaran tersebut? Tentu tidak dengan membaca kalimat dan angka di dalam buku paket. Kembali pada pengertian literasi di atas membawa kita pada pemikiran untuk mengajak anak memahami materi pelajaran sesuai dengan situasi kehidupan sehari-hari. Misalnya anak jadi memahami bahwa tulisan diskon 70% + 20% bukan berarti sama dengan diskon 90%.
Penulis berasumsi bahwa penerapan teknik gallery walk bisa menjadi salah satu contoh kegiatan literasi di kelas bahasa. Gallery walk sebenarnya merupakan teknik yang biasa dipraktikkan di kelas, yakni dengan memecahkan masalah di dalam kelompok; menempelkan hasil di dinding dan saling melihat hasil kelompok lain.
Beberapa waktu lalu, penulis sempat mencoba menerapkan teknik ini di kelas 8. Saat itu, penulis mengangkat materi sederhana berupa teks deskripsi hewan. Di Awal, setiap kelompok, beranggotakan 4-5 siswa, diinstruksikan untuk menentukan nama hewan yang akan dideskripsikan. Kemudian mereka harus menggambar dan menulis kalimat berisi ciri hewan tersebut, seperti bagaimana hewan tersebut bersuara, makanannya dan ciri khusus seperti burung yang bisa terbang. Setelah semua selesai dikerjakan, masing-masing kelompok menempelkan hasilnya di dinding. Penulis meminta masing-masing kelompok membagi dua orang berjaga di kelompoknya dan di beri tugas memberikan penjelasan hasil diskusi dan sisanya berkeliling ke kelompok lain mendengarkan penjelasan tiap-tiap kelompok.
Dua atau tiga orang yang berkeliling wajib menuliskan hasil mereka berkunjung, yakni berupa deskripsi hewan. Selesai berkeliling, penulis meminta anak-anak berkumpul kembali sesuai kelompoknya dan menanyakan secara acak hasil kunjungan mereka ke kelompok lain. Bagaimana dengan anak-anak yang hanya melihat tulisan hasil kelompok lain? Di sinilah tugas seorang guru dimulai, yaitu mengamati dan menegur siswa agar berusaha terlibat aktif.
Lalu, di mana letak literasinya? Kegiatan tersebut akan tampak saat siswa mencari referensi gambar hewan. Kegiatan ini termasuk di dalam literasi sebab mereka mencari buku di perpustakaan atau bahkan meminjam buku temannya untuk dijadikan referensi gambarnya. Kemudian anak menuliskan deskripsi berupa kalimat sederhana, tentu mereka membutuhkan kamus. Bilapun mereka ingin bertanya pada guru ataupun teman, penulis mewajibkan bertanya menggunakan pola “What is ‘menakutkan’ in English?”. Sehingga terjadilah proses diskusi dalam mengolah informasi. Sebelumnya, penulis kurang menyadari banyaknya penerapan literasi di kegiatan tersebut.
Akhirnya, uji coba kegiatan ini tentunya akan lebih disempurnakan di kemudian hari, dengan materi yang lebih berbobot. Penulis berkesimpulan bahwa dengan kepedulian pada pengalaman belajar anak akan membantunya dalam memindahkan situasi belajar ke kondisi kehidupan sebenarnya. Sehingga, materi di kelas dapat dipraktikkan dalam kegiatan sehari-hari.
Salam literasi.
Editor: Adhyatnika GU
******************************************
Profil Penulis
Dian Savitri, lahir 28 tahun yang lalu di Kudus dan sekarang tinggal di Bandung Barat.
Tahun 2017 ditugaskan sebagai Guru Bahasa Inggris di SMPN 5 Cipongkor Bandung Barat. Pernah berkelana ke Ende, Nusa Tenggara Timur sebagai guru Bahasa Inggris (juga) di SMKN 6 Ende. Peran reporter kampus pun pernah dilakoni ketika masih berstatus mahasiswa dan beberapa kali mengirim liputan kegiatan ke surat kabar nasional.
IG: @deeansavitri.