Oleh: Aisyah Sifa Nurfauziah, S.Pd.
(Guru Perintis SMP YP Mustika Padalarang)
Dewasa ini, budaya literasi berhasil menjadi pusat perhatian berbagai kalangan di Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perubahan paradigma yang mencerminkan kesadaran terhadap kebiasaan masyarakat Indonesia terkait peningkatan keterampilan berbahasa.
Seperti kita ketahui, keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek, yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Adapun yang menjadi fokus utama keterampilan berbahasa dalam budaya literasi, dan dianggap paling kompleks, yaitu membaca dan menulis.
Hal tersebut dikarenakan, aktivitas membaca mampu mengembangkan pola pikir seseorang menjadi lebih kritis. Begitu pun dengan aktivitas menulis dapat melatih sikap kritis melalui bahasa tulisan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa aktivitas menulis merupakan bentuk tindak lanjut dari aktivitas membaca.
Keterampilan membaca dan menulis merupakan dua keterampilan berbahasa yang saat ini sedang gencar disosialisasikan oleh beberapa pihak, karena dinilai penting sebagai penunjang perkembangan sumber daya manusia di Indonesia.
Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang direalisasikan melalui program tantangan membaca Bandung Barat (TMBB), difokuskan pada aktivitas literasi siswa dengan didampingi oleh guru perintis, serta didukung oleh seluruh warga sekolah.
Setiap satuan pendidikan yang terdaftar dalam TMBB harus mengikuti ketentuan yang berlaku guna memperoleh hasil akhir yang maksimal, yaitu lolos tantangan. Namun, akan lebih baik apabila ia mampu berinovasi dalam menciptakan dan meningkatkan antusiasme budaya literasi warga sekolahnya.
Berlandaskan programTMBB, kami meluncurkan inovasi literasi bernama BALI. Melalui kegiatan ini diharapkan siswa peserta TMBB dapat membagikan hasil bacaannya dengan sistem bazar kepada siswa lainnya yang bukan peserta, serta memberikan kesempatan agar dapat membaca buku yang sama dengan siswa peserta TMBB.
Kegiatan BALI dilakukan melalui instruksi dari guru perintis yang berperan sebagai pendamping peserta TMBB terkait pembuatan review yang menarik serta dapat dipajang dan terbaca oleh warga sekolah, yakni minimal berjarak tiga meter.
Pada saat kegiatan BALI berlangsung, setiap siswa peserta TMBB diberikan tempat untuk memamerkan hasil review-nya di stand bazarnya dengan tujuan memberikan keyakinan kepada warga sekolah supaya ikut membaca buku yang dipamerkan dalam bazar.
Jika telah mendapatkan warga belajar atau siswa lainnya yang tertarik untuk membaca buku yang sama, maka siswa peserta TMBB harus menawarkan peminjaman buku tersebut kepada mereka. Semakin banyak warga sekolah yang tertarik dan ingin membacanya, maka peserta TMBB tersebut berhak mendapatkan sebuah penghargaan dari ketua, guru perintis, bahkan kepala sekolah.
Peminjaman buku memberlakukan batas waktu maksimal pengembalian. Penentuan waktu tersebut dilakukan agar warga sekolah yang memiliki ketertarikan pada buku yang sama dapat meminjamnya. Hanya saja, akan lebih baik apabila guru perintis membantu menyediakan lebih dari satu eksemplar buku yang di-review oleh siswa binaannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan budaya literasi di satuan pendidikan dapat dilakukan berdasarkan program dari pemerintah, kebijakan dinas pendidikan dan inovasi pihak internal. Syaratnya, inovasi yang dilakukan mampu memberikan kesempatan kepada warga sekolah untuk berliterasi dengan cara yang lebih menarik dan kreatif.
Catatan editor:
“Program Gerakan Literasi Sekolah telah disikapi dengan bijak, bahkan melahirkan inovasi dalam implementasinya. Para siswa peserta TMBB digali potensinya untuk menjadi motivator bagi warga sekolah. Selamat.”