Oleh: N. Mimin Rukmini (Guru SMPN I Cililin)
Usai sudah tes swab sebagai syarat untuk melakukan perjalanan. Aturan protokol Covid-19 bepergian dengan kendaraan termasuk naik pesawat terbang, tes swab atau rapid antigen menjadi syarat utama protokol kesehatan. Lebih utama lagi justru pelaku perjalanan dalam keadaan sehat, negatif dari terpapar virus mematikan, yakni Covid-19. Bukan hanya itu, aturan protokol kesehatan, jaga jarak, mengenakan masker, dan mencuci tangan memakai sabun atau hand sanitizer tetap dilakukan selama di perjalanan.
Rabu, 24 Desember 2020 hasil swab telah saya terima, dan sungguh bersyukur hasil swab negatif dari virus Covid-19. Itu artinya bahwa tujuan wisata literasi yang saya impikan ke tanah Papua bersama dengan suami, dapat terlaksana. Betapa senang hati ini, imaji yang terus meninggi, melangit menggapai mimpi. Demikian pula, teman kuliah Bu Jartatik (Bu Jar), sewaktu tugas belajar di Surabaya, dan tiga orang keluarganya yang akan ikut ke Papua, semua sehat dan dinyatakan negatif dari virus korona.
Pengepakan barang- barang yang sudah dilakukan sejak Selasa kemarin, diharapkan tidak melebihi kapasitas dua puluh kilo bagasi pesawat. Setelah amanat berbagai hal kepada anak-anak selama ditinggal pergi, intinya pamitan pada buah hati, Rabu malam kami pergi menuju Bandara Soekarno-Hatta. Peluk cium kehangatan dari Belahan jiwa, membawa semangat saya dan suami untuk menempuh perjalanan.
Sebagaimana tiket penerbangan yang saya terima, lepas landas pesawat, tepat pukul 01.00 dini hari dari Bandara Soekarno-Hatta. Waktu penerbangan ditempuh selama enam jam, transit sebentar di Makassar. Bersyukur sekali, kami tiba di Bandara Sentani Jayapura pukul 09. 00 wita. Gerimis pagi menyambut kami penuh kehangatan.
Beberapa menit berselang, mobil Mbak Uyun, Saudara Bu Jar telah datang. Peluk kehangatan di tengah pandemi tak mengurangi arti silaturahmi. Protokol kesehatan tetap kami laksanakan. Luar biasa! Bu Jar dan keluarga sudah sepuluh tahun baru kembali pulang kampung, tempat bumi dipijak pembawa untung. Saya pun sama sekali merasa tak merugi berliterasi hingga menjadi bahan refleksi diri. Mobil melaju menuju rumah Lek Mar, tante Bu Jar.
Hari kedua, kami melakukan perjalanan ke wilayah sekitar Danau Sentani, dan Jembatan Merah. Satu arah dengan tempat yang dituju, singgah dulu sebentar di depan Kampus Uncen untuk sekedar berfoto sebagai tanda bahwa saya ingin menyerahkan beberapa buku. Buku tersebut akan diserahkan Bu Jar (Alumni Uncen) ke Perpustakaan. Lokasi wisata yang dituju hari ini adalah bukit Teletubbies di Kampung Doyo Lama. Lain bukit Teletubbies di Gunung Bromo, lain pula di Jayapura. Bukit ini memiliki kurang lebih seratus anak tangga. Di atas perbukitan, kita melihat hamparan bukit berliku yang dikelilingi air Danau Sentani. Tak ada rona memanjakan mata, tak ada hati memimpikan cinta, pasti kita ingin kembali ke bukit Teletubbies.
Selanjutnya, Jembatan Merah yang kami lalui merupakan ikon Kota Jayapura. Jembatan yang memiliki panjang 11, 6 km menghubungkan beberapa wilayah, termasuk Skouw (wilayah perbatasan Negara Indonesia dengan Papua Nugini). Jembatan Merah berada di antara perairan laut, yakni penghubung antara Pantai Hamadi dan Holtekam. Bentangan hutan pinggir pantai menambah asri pemandangan yang menakjubkan. Sepanjang perjalanan, tak lepas saya pasang video juga kamera.
Pada hari ketiga, pemandangan menakjubkan kami temui pula ketika melakukan perjalanan ke daerah perbatasan,. Sebuah tempat yang merupakan batas wilayah antara Indonesia dengan Papua Nugini (PNG). Wilayah perairan, yang dihubungkan Jembatan Merah di atas laut, menambah maraknya suasana indah. Kami pergi berenam, Pak De, Mbak Putri , calon istri Dian, Bu Jar, saya, dan Suami. Dian, Adik Bu Jar mengendarai mobil agak cepat, dengan harapan sampai di lokasi masih siang. Gelak canda selama perjalanan, dengan sopir dan Mbak Putri sekali gus memandu wisata, membuat kami larut dalam kebahagiaan, keharuan, dan rasa syukur yang luar biasa.
Tepat pukul 14.00, kami sampai di tempat tujuan. Pada pikiran yang saya bayangkan, daerah perbatasan berarti kita hanya menuju hutan, laut, atau batas wilayah berupa gapura, atau hanya benteng raksasa. Lain di imaji, lain pula dalam kenyataan. Ternyata tempat yang kami masuki adalah markas TNI yang megah dengan tulisan besar “Skouw Border Pos Of The Republic Of Indonesia”. Lapor pengunjung kepada penjaga berupa hal biasa untuk menjaga sesuatu yang tidak diinginkan. Tulisan Republik Indonesia, bertemu orang yang tidak lagi berkulit sawo matang dengan rambut ikal mengembang, terkadang saling menatap penuh senyuman, memantapkan hati betapa tanah air ini luas dan kaya. Kaya sumber alam, juga kaya peradaban. Tak lama di lokasi perbatasan. Kami hanya berfoto ria.
Menjelang sore, kami kembali menempuh perjalanan untuk menuju puncak bukit Kota Jayapura, dan toko batik khas Papua. Rasanya penasaran jika melewati hutan dan pantai tidak berfoto ria. Oleh karena itu, kami pun berhenti sejenak mengambil foto dengan latar ombak yang sedang memecah Pantai Holtekam. Waw, dahsyat! Indah ombaknya, indah pula mentari kembali ditelan bumi. Dalam hati bergemuruh, “Betapa aku tidak bersyukur bila sepulang dari tempat indah ini, aku tidak meningkatkan kualitas hidupku. ”
Obrolan santai sesekali canda dan tawa di dalam mobil, tak terasa sopir telah membawa kami menyusuri bukit berkelok di tengah kota, naik ke puncak,. Entahlah, berapa kelokan yang kami lalui, yang jelas, andai siang hari sepertinya ngeri juga naik ke puncak dengan jalan sempit, hanya pas untuk satu mobil yang lewat. Melalui sepak terjang sang sopir, akhirnya sampai pula di tempat yang dituju.
Sungguh dahsyat pemandangan dilihat dari puncak bukit Kota Jayapura. Pancaran tulisan besar “Jayapura Ciry” Menambah semarak lampu di tengah kota. Jayapura sebagai Ibukota Provinsi Papua miliki keunikan tersendiri, yakni gedung gubernur berhadapan langsung dengan pelabuhan. Sesekali kapal laut yang hendak berlabuh serta hotel berbintang, menambah kelap-kelip lampu di malam hari, menambah semarak keindahan alam.
Seperti telah disebutkan, tak lengkap rasanya andai bepergian apalagi jauh di tanah orang, tidak mencari oleh-oleh untuk orang-orang terdekat. Pilihan membeli batik ciri khas Papua, dan noken adalah tujuan terakhir perjalanan malam itu. Dengan panduan Bu Jar, Mbak Putri, dan yang utama Mas Dian sopir wisata dadakan, akhirnya beberapa potong kain batik, dan noken telah saya dapatkan. Makan malam di rumah makan seefood merupakan pelengkap perjalanan wisata, di hari ke tiga.
Sesuai rencana tiket pesawat yang kami beli, adalah Hari Minggu 27 Desember 2020. Saya dan suami pulang lebih duhulu dari pada Bu Jar dan keluarga. Pulang lebih awal dengan alasan agar hasil tes swab yang masa berlakunya satu minggu masih dapat kami gunakan. Hanya tiga malam kami di Papua. Setelah pamitan kepada yang punya rumah, Lek Mar dan Pak Mul, serta keluarga, hari keempat, kembali kami menuju Bandara Sentani memburu pesawat dengan jadwal penerbangan pukul 16. 00.
Satu koma lima jam, kami menunggu jadwal pesawat. Bording pas dan validasi kesehatan Covid-19 adalah hal yang kami selesaikan sebelum lepas landas. Terbang kembali ke kampung halaman dengan membawa sejuta kenangan. Literasi keabadian pun telah ditancapkan, beberapa buku menjadi bukti bahwa kami pernah hadir di tanah Papua. Indonesia Timur nanjaya. Pasti!
Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bukit_Teletubbies,_Jayapura, diunduh tanggal 1 Januari 2021.
https://Indonesia.go.id/ragam/pariwisata/pariwisata/jembatan-youtefa-bukti-sumpah-membangun-papua, diunduh tanggal 28 Desember 2020.
DAPATKAN SEGERA BUKU-BUKU PILIHAN KARYA PRAKTISI, AKADEMISI, DAN SEKALIGUS BIROKRAT YANG KONSISTEN DALAM DUNIA PENDIDIKAN