Andri Rahmansah
(SMPN 3 Ngamprah)
Berbahasa bukan hanya mentransfer ide melainkan juga menyerap informasi. Informasi yang beredar pun tidak bisa ditelan mentah-mentah apalagi langsung diteruskan begitu saja. Kita mesti bijak menempatkan diri sebagai filter karena tidak semua informasi yang diterima laik menjadi konsumsi publik. Thinking before posting. Seperti yang telah kita ketahui, informasi dapat diklasifikasikan ke dalam informasi palsu atau hoaks dan informasi yang memenuhi validitas kebenaran sehingga bisa kita percayai.
Sebagai salah satu penyangga informasi, bahasa menjadi alat vital dalam sebuah komunikasi. Seperti peristiwa komunikasi berikut yang barangkali bisa dipetik hikmahnya. Konteks terjadi saat menanti iqomah di salah satu masjid, perbincangan singkat terjadi di antara jamaah.
“Sekarang ngaji, Pak?” ujar X.
“Insya allah,” ujar Y.
Mendengar jawaban itu X langsung menimpali, “Sekarang, bukan besok.”
“Harus persiapan dulu,” pungkas Y.
Sepintas tak ada yang salah dalam peristiwa seperti itu. Sama seperti perbincangan lainnya yang kadang lewat begitu saja bak angin lalu. Namun, bila ditelisik secara mendalam ada menarik, yaitu penggunaan kata insyaallah. Mari kita tengok KBBI untuk mengungkap makna insyaallah! KBBI V online menyatakan bahwa kata insyaallah bermakna ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau janji yang belum dipenuhi atau maknanya ‘jika Allah mengizinkan.’
Peristiwa komunikasi seperti itu tidak menunjukkan adanya kekeliruan atau kesalahan dari segi struktur/bentuk. Namun, jika jika ditilik kembali, tampak bahwa penggunaan kata insyaallah pada peristiwa tersebut merujuk pada sebuah isyarat penolakan secara halus. Baik penutur maupun mitra tutur memilik stock knowledge yang sama ihwal kata tersebut. Karena itu, X langsung menimpali, “Sekarang, bukan besok.”
Mengingat salah satu hakikat bahasa itu adalah konvensional, maka tidak menutup kemungkinan isyarat tadi akan menjadi kesepakatan yang tak tertulis dalam ruang lingkup yang lebih luas. Seperti yang kita ketahui bahwa kata ngabuburit kini sudah diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa bisa tumbuh dan berkembang berdasarkan kesepakatan antarpenutur.
Berbeda halnya dengan peristiwa komunikasi tersebut, kita juga mendengar atau melafalkan kata misalkan. Mungkin bagi sebagian orang, ini merupakan kata yang dianggap bersinonim dengan kata contohkan. Padahal, jika ditilik secara morfologis (proses pembentukan kata), misalkan dan contohkan merupakan kata yang berbeda. Mari kita tengok uraian berikut ini! Kata contoh bisa menghasilkan 2 kata turunan, yaitu contohkan dan contohnya. Kata contohkan merupakan kata kerja imperatif atau perintah. Kata itu biasanya digunakan dalam kalimat perintah, seperti berikut ini. Contohkan 2 pengamalan sila kedua dalam kehidupan sehari-hari! Kata turunan yang kedua adalah contohnya. Kata tersebut membentuk nominalisasi atau pembedaan. Secara lebih sederhana, kata tersebut membentuk kata benda dari kelas kata lain. Kata tersebut biasanya digunakan sebagai penjelas dalam sebuah kalimat seperti dilansir di https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-013957086/kirim-bukti-foto-driver-ojol-di-bandung-temukan-dugaan-penimbunan-minyak-goreng berikut ini. Namun di tengah krisis seperti ini, masih saja ada oknum yang mencari keuntungan sendiri seperti contohnya dengan menimbun minyak goreng dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.
Dari uraian tersebut, sebagian orang beranalogi dengan kata misal. Mereka mengganggap bahwa kata misalkan bersinonim dengan contohkan. Padahal, tidak demikian. Dari kata misal hanya menghasilkan kata misalnya. Perhatikan kalimat berikut! Dengan semakin tingginya penggunaan transaksi digital, muncul berbagai macam metode pembayaran yang baru, misalnya saja QRIS yang mempermudah para pebisnis offline untuk memberikan fasilitas kepada pembeli dengan melakukan transaksi secara digital (https://www.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-013809044/transaksi-qris-melonjak-tren-pembayaran-digital-kembali-bergejolak). Dari beberapa uraian tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa walaupun esensi komunikasi adalah keterpahaman isi pesan, menggunakan kata yang tepat sesuai peristiwa tutur menjadi keniscayaan komunikasi yang efektif, insyaallah!
Referensi:
KBBI V online
https://www.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-013809044/transaksi-qris-melonjak-tren-pembayaran-digital-kembali-bergejolak)
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-013957086/kirim-bukti-foto-driver-ojol-di-bandung-temukan-dugaan-penimbunan-minyak-goreng
Profil Penulis: Andri Rahmansah berpofesi sebagai guru di SMPN 3 Ngamprah sejak 1 Januari 2011